Senin, 12 Januari 2015

Bangsa Arabia Sebelum Islam

         Masyarakat Islam dibangun di atas framework peradaban Timus Tengah kuna yang telah mapan sebelumnya. Meskipun lahir di Makkah, peradaban Islam memiliki leluhur di Palestina, Babylonia, dan Persepolis. Masyarakat Islam berkembang dalam sebuah lingkungan yang sejak masa awal sejarah umat manusia telah menampilkan dua aspek fundamental. Aspek yang pertama merupakan sebuah organisasi-organisasi masyarakat, dan aspek yang kedua adalah sebuah evolusi sebuah kencenderungan yang mengarah kepada pembentukan kesatuan kultur, agama, dan wilayah. (Ira. M. Lapidus. Sejarah Umat Islam. Buku Satu. Terj. Ghufron A. Mas’adi. Jakarta: Raja Garfindo Persada, 2000)
            Arabia dalam keadaan sebuah masyarakat ditengah eksperimen pembentukan politik terancam oleh anarki klan yang kuat, dan kekuasaan kesukuan mengancam stabilitas pertanian, aktivitas komersial, dan ikatan politik. Sebuah masyarakat yang telah terjamah sejumlah pengaruh kerajaan dan Timut Tengah tetapi tidak disertai penyerapan terhadap ide-ide tersebut. Dalam keadan tersebut Arabia sedang berusaha menemukan posisinya dalam dunia Timur Tengah yang semuanya bersifat ruwet dan tidak ada yang bersifat pasti. Namun ditempat inilah Nabi Muhammad saw lahir, tumbuh, dan berkembang, menyampaikan al-Qur’an, dan ditempat ini pula Nabi Muhammad saw menjadi Nabi Islam.
            Menjelang era Islam, Arabia merupakan wilayah pinggiran bagi masyarakat Timur Tengah. Jauh sebelum Nabi Muhammad saw diutus atau sebelum lahirnya agama Islam, bangsa Arabia pada waktu itu terkenal dengan sebutan Zaman Jahilliyah atau Zaman Kebodohan. Kebiadaban dan kebejatan moral telah membudaya dalam masyarakat, sehingga pada zaman itu terkenal dengan sebutan hukum rimba. Selain itu mereka juga menjadi umat yang sesat, dan senang melakukan dosa besar. Kegemaran mereka dalam kehidupan sehari-hari  antara lain mabuk-mabukan (minum khamar atau arak), perjudian, merampok, berpesta, berperang atau bermusuhan, menanam atau mengubur bayi perempuan hidup-hidup, dan banyak lagi macam ragam tradisi bangsa Jahilliyah yang bertentangan dengan kehidupan manusia normal pada umumnya. (Drs. M. Noor. Matdawam. Lintas Sejarah Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Bina Karier, 1989)
            Sebelum datang atau masuknya Islam, larangan minum khamar (arak) hukumnya adalah mubah, sebab masalah makan dan minum merupakan hak asasi manusia. Akan tetapi adanya perbuatan minum khamar ini menyebabkan kewajiban dari tuhan menjadi terbengkalai akibat adanya gangguan akal. Larangan Tuhan terhadap minum khamar ini paling sedikit mengandung hikmah agar manusia memiliki mentalitas adil dan ikhsan. Namun akibat minum khamar ini harapan Tuhan menjadi meleset, bahkan menyebabkan perbuatan maksiat yang keji, kemungkaran dan permusuhan. Perbutan bawah sadar inilah yang menyebabkan adanya larangan minum khamar.

            Haramnya khamar disebabkan karena adanya zat yang memebukkan, dan apabila kebal mabuk karena berkali-kali minum khamarpun masih tetap haram hukumnya walau peminumnya tidak mabuk. Ada berbagai nama khamar sesuai dengan nama daerah masing-masing seperti brendi, ciu, tuak, arak, sake, brem, jenewer, dan lain-lain. Khamar sebagai produk kebudayaan manusia merupakan salah satu alat praktis bagi setan untuk suka mengambil kesempatan di saat-saat manusia sedang menghadapi kesempitan ilmu pengetahuan untuk memprdaya manusia dengan cara merusak akal.
            Larangan minum khamar dilatar belakangi oleh sebab merusak akal pikiran. Hikmah larangan minum khamar yaitu akal tetap berfungsi normal, sehingga mampu bekrja sejalan dengan. Hikmah larangan minum khamar yaitu akal tetap berfungsi normal, sehingga mampu bekrja sejalan dengan tanggung jawab. Meskipun al-Qur’an memberikan kebebasan memilih, adanya larangan minum khamar ini bukan berarti kekangan hak asai manusia, akan tetapi  sebagai tanda kasih tuhan agar manusia tetap memiliki harga diri dan tahu diri, karena bahaya yang disebabkan khamar merupaka pangkal kecemburuan tuhan. Terus-menerus minum khamar  dapat disamakan dengan penyembah berhala menurut status ibadahnya.
            Larangan ini ditetapkan demi kesejahteraan umat manusia dan bila dilanggar akan berdosa serta akan dikenai hukuman (had). Hukuman bagi orang merdeka adalah dicambuk 40-80 kali, sedang bagi budak 20-40 kali, dan bagi anak-anak tidak dihadkan (sebab belum dewasa). Batas minimum dikenai had hanya tiga kali dan apabila sudah keempat kalinya rasulullah saw menyuruh untuk membunuhnya. Namun bila seseorang dipaksa minum khamar dengan ancaman maka ia tidak dikenai had. Hukuman had harus segera dilaksanakan oleh petugas negara kecuali yang terhukum sedang sakit atau hamil boleh ditunda, akan tetapi jika sakitnya tidak ada harapan lagi untuk sembuh maka had harus segera dilakukan.
            Teknis pelaksanaan hukuman harus melalui cara-cara yang telah ditentukan agama, tidak boleh semaunya petugas sendiri. Tempat pelaksanaan hukuman bisa dilakukan di pasar atau tempat-tempat ramai lainnya namun tidak boleh dilakukan di masjid. Bagian-bagian yang dikenakan cambuk adalah bagian belakang sesuai dengan yang ditentukan, tidak boleh mengenai pinggang, kepala, muka, dan alat vital. Alat cambuk berupa cemeti (baik terbuat dari rotan atau bambu) dan bila yang terhukum bertele-tele (hampir mati) alat cambuk boleh diganti dengan tepian kain. (Muallif Sahlany. Masalah Minum Sepanjang Ajaran Islam. Yogyakarta: Sumbangsih Offset, 1987)
            Kebiadaban bangsa Jahilliyah bukan hanya dalam adat kebiasaan namun begitu pula dalam hal perkawinan dan kehidupan keluarga. Sudah menjadi sunnatullah/hukum alam bahwa setiap kaum ingin mewariskan suatu generasi. Untuk kebutuhan ini bangsa Jahilliyah melakukannya dengan berbagai jalan seperti kawin Polygami, Polyandri, Mut’a (sementara), dan kawin pinjaman.

            Walaupun sebagaimana jahil dan bejad moralnya namun mereka masih mangenal apa yang namanya agama. Bermacam-macam agama pada bangsa Jahilliyah tersebut semisal Agama Hanif (Nabi Ibrahim), Agama Yahudi (bangsa Yahudi), Agama Nasrani (Palestina), Agama Zoroaster atau Agama Majusi (penyembah api), dan Agama Berhala. Agama Berhala ini merupakan agama yang paling banyak dianut oleh bangasa Jahilliyah, penyembahan berhala ini adalah kebiasaan dari kabilah Arab yang berkunjung ke Ka’bah untuk menunaikan ibadah haji, maka setiap kali mereka akan kembali (pulang) mereka selalu mengambil beberapa buah batu yang ada di setiap Ka’bah sebagai tanda kehormatan kepada Ka’bah, dan di samping itu pula batu-batu itu mereka buat berhala (patung) untuk disembah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar