FEMINISME dalam buku Feminisme dan
Fundamentalisme Islam (Haideh Moghissi)
PENDAHULUAN
Meninjau
ke belakang bagaimana latar belakang sejarah penindasan dan ketidakadilan yang
dialami oleh kaum perempuan. Membicarakan kaum wanita dan kedudukannya dalam
kehidupan sosial tentulah menarik. Apalagi dalam masyarakat yang secara umum
bersifat patrilineal (memuliakan kaum lelaki dalam semua aspek kehidupan).
Diketahui bahwa wanita adalah bagian dari eksistesi komunitas basyari (insan).
Kaitannya dengan kaum maskulin, dia adalah sebagai ibu, saudari, istri, bibi.
Kehidupan masyarakat tidak akan ada tanpa perempuan dan laki-laki, memikul beban kebangkitan bersama
sesuai dengan fitrah yang telah Allah SWT ciptakan dengan bimbingan petunjuk
samawi Pada masa jahiliyah yang beragam, kondisi kaum hawa ini sangat
terpojokkan , hak-haknya dirampas,dan pandangan terhadapnya sangat
mendiskreditkan, hingga datang Islam membebaskannya dari kezaliman Jahiliyah,
mengembalikan dan memuliakannya sebagai insan, anak, istri, ibu dan anggota
masyarakat. Pada kenyataannya yang namanya hak tidak diakui yakni hak mereka sebagai manusia yang ingin sejajar
dengan laki-laki. Secara histori pergerakan feminnisme berkembang secara
bertahap.
Awal
munculnya gerakan ini di dataran Eropa. Namun sayangnya di tempat
munculnya gerakan ini tidak mengalami perkembangan yang begitu pesat. Hingga
pada akhirnya feminisme tiba di tanah Amerika, yang kemudian terjadi
perkembangan yang luar biasa. Mulailah
adanya pengkuan terhadap hak kaum perempuan,
mereka mendapatkan hak pilih, serta ikut berperan dalam pendidikan. Sebagai
manusia haruslah timbul suatu kesadaan akan pentingnya persamaan hak antara
perempuan dan laki-laki.
Timbulya
kesadaran bahwa kita mempunyai hak yang sama. Dan dengan mengamati perjuangan
pergerakan feminisme pada zaman dulu, bermula dari suatu kesadaran akan
ketidakadilan.
POKOK PEMIKIRAN
Feminisme
berasal dari kata latin yaitu femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan.
Feminisme diawali oleh persepsi oleh ketimpangan posisi perempuan dibandingkan
laki-laki dalam masyarakat. Akibat persepsi ini, timbul berbagai upaya untuk
mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeliminasi dan menemukan
formula penyetaraan hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang, sesuai
dengan potensi mereka sebagai manusia (human being).[1]
Dalam pengertian yang lebih luas,
feminisme sekurang-kurangnya mencakup tiga pengertian pokok. Pertama, feminisme
merupakan pengalaman hidup, sebab ia tidak terlepas dari sejarah munculnya.
Dari sejarah hidup inilah kemudian lahirlah kaum perempuan yang mempunyai
kesadaran feminis. Kedua, feminisme sebagai alat perjuangan politik bagi
kebebasan manusia. Berangkat dari kesadaran feminisme inilah, perempuan ingin
melepaskan diri dari penindasan dan ketidakadilan yang selama ini dialaminya.
Perjuangannya itu diletakkan dalam bentuk persamaan hukum (legal status) hak
memilih dan kesetaraan dengan laki-laki. Gerakan tersebut kemudian disebut
dengan liberation movement, yakni suatu gerakan pembebasan yang intinya
menuntut persamaan dalam struktur sosial politik. Ketiga, feminisme sebagai
aktivitas intelektual. Artinya gerakan yang memberikan pemahaman tentang
kehidupan sosial, di mana perempuan itu tinggal, kekuatan apa yang dapat
dilaksanakan untuk melakukan perubahan ke arah perbaikan nasib perempuan dan
untuk mengetahui apa yang harus diperjuangkan, bagaimana mendefinisikan
bentuk-bentuk penindasan atas perempuan dan lain sebagainya
Dalam
Buku Feminisme dan Fundamentalisme Islam, BAB 7, hal 169 tertulis bahwa pada
tahun 1990-an feminisme memperlihatkan suatu keinginan baru dan menggembirakan
untuk untuk melakukan kritisisme diri. Usaha –usaha menuju pada teori-teori dan
konsep konsep yang mencakup segala hal dan komitmen-komitmen ideologis
sebelumnya untuk menguniversalkan perspektif-perspektif dari apa yang selalu
berubah menjadi sekedar sebuah kelas, kebudayaan, ras tunggal dan tertentu
telah mencapai titik nadirnya. Saat ini feminisme semakin berkembang dan
melibatkan banyak aliran, baik konservatif dan radikal, religius dan ateis,
heteroseksual dan non-heteroseksual, kulit putih dan non-kulit putih, dan para
feminisme banyak bermunculan dari utara dan selatan.[2]
Isu-isu
tentang status dan hak-hak perempuan serta sejalan tidaknya dengan
aturan-aturan syariah Islam, tampaknya telah menjadi isu sentral dalam
perdebatan-perdebatan di kelompok kalangan sekuler dan konservatif di dalam
masyarakat Timur Tengah. Dalam sejumlah masyarakat Timur Tengah, perjuangan
politik dan intelektual bagi hak-hak perempuan bermula pada akhir abad ke-19, walaupun
terlibatnya perempuan dalam wilayah publik dan gerakan-gerakan terorganisasi
tidak muncul hingga peralihan abad itu. Sifat pola Timur Tengah, dan barangkali
pola global, dari hampir seluruh kekuatan para perempuan pelopor ini pada
awalnya di fokuskan untuk memobilisasi perempuan dalam mendukung
gerakan-gerakan nasionalis anti-kolonialis, inilah satu-satunya bentuk
keterlibatan politik dan publik perempuan yang di kuasai oleh elit laki-laki.
Pada akhir Perang Dunia I, perempuan telah memiliki keyakinan dan kebebasan
melalui partisipasi mereka dalam perjuangan pembebasan nasional.[3]
ANALISIS DAN KRITIK
Jadi yang di maksud feminisme ialah
mencari peluang atau kebebasan atau kemerdekaan perempuan untuk perempuan.
Dengan demikian, gerakan feminisme pada saat pertama kali di mulai tidak ada
hubunganya dengan bias perlakuan laki – laki karena perempuan hanya ingin
memperhatikan dirinya sendiri dan membebaskan diri mereka untuk berpartisipasi
dalam hal-hal yang penting pada pembebasan nasional.
Feminisme diartikan sebagai gerakan
wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria.
Gerakan feminisme dilatarbelakang asumsi
diskriminasi atau perlakuan tidak adil yang tidak sesuai dengan prinsip
keadilan.gerakan feminisme menjadi sebuah usaha berat yang diperjuangkan oleh
Kartini pada awalnya, serta diteruskan oleh perempuan-perempuan Indonesia
sesudahnya. Semangat yang diserukan oleh para feminis pun masih saling
berkaitan satu sama lain, yakni membawa persamaan hak antara pria dan wanita,
serta menghapuskan diskriminasi yang kerap ditujukan kepada kaum wanita baik di
wilayah domestik maupun ruang publik.
Dalam
BAB 7 di buku Feminisme dan Fundamentalisme Islam tidak membahas tentang,
hak-hak wanita dalam memelihara akses dan kontrol terhadap sumber ekonomi yang
dimilkinya seperti pada buku Feminisme dalam BAB ke-2 yang di tulis oleh Dadang
S. Anshori dkk yang di dalam bukunya di tuliskan Islam telah menempatkan wanita pada kedudukan
yang sedemikian rupa pada sisi pertanggung jawaban secara umum dan khusus,
kemudian dari segi penuntutan pengetahuan segalag sesuatu yang di butuhkan bagi
pelaksanaan tanggung jawab tersebut. Dari sisi pemberian kesempatan yang
seluasnya untuk berjihad dan berperang serta dari sisi perolehan hak dalam
harta warisan, maka sungguh irasional jika kemudian Islam meniadakan hak atas
perempuan yang melakukan kontrak atau perjanjian sipil dalam bidang perjual
belikan.
Islam membolehkan wanita untuk
memiliki sesuatu dan bertindak atas hak miliknya itu. Wanita dibolehkan pula
mewakilkan urusannya kepada orang lain: jika ia tak berkehendak melakukanya
sendiri. Di bolehkan juga atasnya untuk menjamin orang lain, atau dirinya di
jamin orang lain.semua kebolehan itu persis yang di berikan kepada laki – laki,
hingga karenanya kita tidak pernah menjumpai seorang ahli fiqih Islam pun
berpendapat, bahwa ayat – ayat yang berkenanaan dengan segala tingkah laku
keuangan hanya di khususkan untuk laki – laki dan tidak untuk wanita. Demikian
lah Islam telah memberikan derajat kepada wanita dalam kedudukanya sebagai
manusia yang sempurna kemanusiannya sejak awal islam telah hadir di Dunia.
PENUTUP
Dari pemaparan di atas dapat
disimpulkan bahwa Feminisme adalah suatu bentuk pengakuan atas posisi perempuan
di masyarakat yang disejajarkan dengan kaum pria dengan tidak hanya melihat
perbedaan jenis kelamin saja. Feminisme juga tidak hanya di barat saja, tetapi
juga sudah merambah masuk ke dunia Islam. Menurut feminis muslim menganggap
bahwa kesetaraan laki-laki dan perempuan, otomatis menyebabkan kesetaraan
hak-hak antara laki-laki dan perempuan. Dan
dalam Islam sendiri dikatakan bahwa Islam memandang laki-laki dan
perempaun secara setara juga, dan bahwa Allah secara umum memberikan hak dan
kewajiban yang sama antara laki-laki dan perempuan. Tetapi dalam realitanya,
banyak feminis Islam yang lebih mengutaman logika dari pada ajaran agama dalam
menyikapi suatu persoalan.
Kemuliaan
perempuan dalam Islam setidaknya bisa kita ketahui dengan bagaimana Islam
menempatkan posisi seorang ibu. Dalam Islam seorang anak yang mesti patuh pada
kedua orang tuanya, namun ketaatan kepada ibu harus didahulukan. Hadits yang
populer yang juga dikutip buku ini menyebutkan bahwa pelayanan terbaik seorang
anak didahulukan kepada ibunya tiga kali dibanding kepada ayahnya. Bahkan pada
hadits lain disebutkan bahwa surga terletak di telapak kaki ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar