Kamis, 15 Januari 2015

CRITICAL BOOK REVIEW

FEMINISME dalam buku Feminisme dan Fundamentalisme Islam (Haideh Moghissi)
PENDAHULUAN
Meninjau ke belakang bagaimana latar belakang sejarah penindasan dan ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan. Membicarakan kaum wanita dan kedudukannya dalam kehidupan sosial tentulah menarik. Apalagi dalam masyarakat yang secara umum bersifat patrilineal (memuliakan kaum lelaki dalam semua aspek kehidupan). Diketahui bahwa wanita adalah bagian dari eksistesi komunitas basyari (insan). Kaitannya dengan kaum maskulin, dia adalah sebagai ibu, saudari, istri, bibi. Kehidupan masyarakat tidak akan ada tanpa perempuan dan  laki-laki, memikul beban kebangkitan bersama sesuai dengan fitrah yang telah Allah SWT ciptakan dengan bimbingan petunjuk samawi Pada masa jahiliyah yang beragam, kondisi kaum hawa ini sangat terpojokkan , hak-haknya dirampas,dan pandangan terhadapnya sangat mendiskreditkan, hingga datang Islam membebaskannya dari kezaliman Jahiliyah, mengembalikan dan memuliakannya sebagai insan, anak, istri, ibu dan anggota masyarakat. Pada kenyataannya yang namanya hak tidak diakui yakni  hak mereka sebagai manusia yang ingin sejajar dengan laki-laki. Secara histori pergerakan feminnisme berkembang secara bertahap.
 Awal  munculnya gerakan ini di dataran Eropa. Namun sayangnya di tempat munculnya gerakan ini tidak mengalami perkembangan yang begitu pesat. Hingga pada akhirnya feminisme tiba di tanah Amerika, yang kemudian terjadi perkembangan  yang luar biasa. Mulailah adanya pengkuan terhadap hak kaum perempuan,  mereka mendapatkan hak pilih, serta ikut berperan dalam pendidikan. Sebagai manusia haruslah timbul suatu kesadaan akan pentingnya persamaan hak antara perempuan dan laki-laki.
Timbulya kesadaran bahwa kita mempunyai hak yang sama. Dan dengan mengamati perjuangan pergerakan feminisme pada zaman dulu, bermula dari suatu kesadaran akan ketidakadilan.


POKOK PEMIKIRAN
          Feminisme berasal dari kata latin yaitu femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Feminisme diawali oleh persepsi oleh ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-laki dalam masyarakat. Akibat persepsi ini, timbul berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeliminasi dan menemukan formula penyetaraan hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang, sesuai dengan potensi mereka sebagai manusia (human being).[1]
            Dalam pengertian yang lebih luas, feminisme sekurang-kurangnya mencakup tiga pengertian pokok. Pertama, feminisme merupakan pengalaman hidup, sebab ia tidak terlepas dari sejarah munculnya. Dari sejarah hidup inilah kemudian lahirlah kaum perempuan yang mempunyai kesadaran feminis. Kedua, feminisme sebagai alat perjuangan politik bagi kebebasan manusia. Berangkat dari kesadaran feminisme inilah, perempuan ingin melepaskan diri dari penindasan dan ketidakadilan yang selama ini dialaminya. Perjuangannya itu diletakkan dalam bentuk persamaan hukum (legal status) hak memilih dan kesetaraan dengan laki-laki. Gerakan tersebut kemudian disebut dengan liberation movement, yakni suatu gerakan pembebasan yang intinya menuntut persamaan dalam struktur sosial politik. Ketiga, feminisme sebagai aktivitas intelektual. Artinya gerakan yang memberikan pemahaman tentang kehidupan sosial, di mana perempuan itu tinggal, kekuatan apa yang dapat dilaksanakan untuk melakukan perubahan ke arah perbaikan nasib perempuan dan untuk mengetahui apa yang harus diperjuangkan, bagaimana mendefinisikan bentuk-bentuk penindasan atas perempuan dan lain sebagainya
Dalam Buku Feminisme dan Fundamentalisme Islam, BAB 7, hal 169 tertulis bahwa pada tahun 1990-an feminisme memperlihatkan suatu keinginan baru dan menggembirakan untuk untuk melakukan kritisisme diri. Usaha –usaha menuju pada teori-teori dan konsep konsep yang mencakup segala hal dan komitmen-komitmen ideologis sebelumnya untuk menguniversalkan perspektif-perspektif dari apa yang selalu berubah menjadi sekedar sebuah kelas, kebudayaan, ras tunggal dan tertentu telah mencapai titik nadirnya. Saat ini feminisme semakin berkembang dan melibatkan banyak aliran, baik konservatif dan radikal, religius dan ateis, heteroseksual dan non-heteroseksual, kulit putih dan non-kulit putih, dan para feminisme banyak bermunculan dari utara dan selatan.[2]
Isu-isu tentang status dan hak-hak perempuan serta sejalan tidaknya dengan aturan-aturan syariah Islam, tampaknya telah menjadi isu sentral dalam perdebatan-perdebatan di kelompok kalangan sekuler dan konservatif di dalam masyarakat Timur Tengah. Dalam sejumlah masyarakat Timur Tengah, perjuangan politik dan intelektual bagi hak-hak perempuan bermula pada akhir abad ke-19, walaupun terlibatnya perempuan dalam wilayah publik dan gerakan-gerakan terorganisasi tidak muncul hingga peralihan abad itu. Sifat pola Timur Tengah, dan barangkali pola global, dari hampir seluruh kekuatan para perempuan pelopor ini pada awalnya di fokuskan untuk memobilisasi perempuan dalam mendukung gerakan-gerakan nasionalis anti-kolonialis, inilah satu-satunya bentuk keterlibatan politik dan publik perempuan yang di kuasai oleh elit laki-laki. Pada akhir Perang Dunia I, perempuan telah memiliki keyakinan dan kebebasan melalui partisipasi mereka dalam perjuangan pembebasan nasional.[3]
ANALISIS DAN KRITIK
            Jadi yang di maksud feminisme ialah mencari peluang atau kebebasan atau kemerdekaan perempuan untuk perempuan. Dengan demikian, gerakan feminisme pada saat pertama kali di mulai tidak ada hubunganya dengan bias perlakuan laki – laki karena perempuan hanya ingin memperhatikan dirinya sendiri dan membebaskan diri mereka untuk berpartisipasi dalam hal-hal yang penting pada pembebasan nasional.
            Feminisme diartikan sebagai gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Gerakan feminisme dilatarbelakang  asumsi diskriminasi atau perlakuan tidak adil yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan.gerakan feminisme menjadi sebuah usaha berat yang diperjuangkan oleh Kartini pada awalnya, serta diteruskan oleh perempuan-perempuan Indonesia sesudahnya. Semangat yang diserukan oleh para feminis pun masih saling berkaitan satu sama lain, yakni membawa persamaan hak antara pria dan wanita, serta menghapuskan diskriminasi yang kerap ditujukan kepada kaum wanita baik di wilayah domestik maupun ruang publik.
Dalam BAB 7 di buku Feminisme dan Fundamentalisme Islam tidak membahas tentang, hak-hak wanita dalam memelihara akses dan kontrol terhadap sumber ekonomi yang dimilkinya seperti pada buku Feminisme dalam BAB ke-2 yang di tulis oleh Dadang S. Anshori dkk yang di dalam bukunya di tuliskan  Islam telah menempatkan wanita pada kedudukan yang sedemikian rupa pada sisi pertanggung jawaban secara umum dan khusus, kemudian dari segi penuntutan pengetahuan segalag sesuatu yang di butuhkan bagi pelaksanaan tanggung jawab tersebut. Dari sisi pemberian kesempatan yang seluasnya untuk berjihad dan berperang serta dari sisi perolehan hak dalam harta warisan, maka sungguh irasional jika kemudian Islam meniadakan hak atas perempuan yang melakukan kontrak atau perjanjian sipil dalam bidang perjual belikan.
            Islam membolehkan wanita untuk memiliki sesuatu dan bertindak atas hak miliknya itu. Wanita dibolehkan pula mewakilkan urusannya kepada orang lain: jika ia tak berkehendak melakukanya sendiri. Di bolehkan juga atasnya untuk menjamin orang lain, atau dirinya di jamin orang lain.semua kebolehan itu persis yang di berikan kepada laki – laki, hingga karenanya kita tidak pernah menjumpai seorang ahli fiqih Islam pun berpendapat, bahwa ayat – ayat yang berkenanaan dengan segala tingkah laku keuangan hanya di khususkan untuk laki – laki dan tidak untuk wanita. Demikian lah Islam telah memberikan derajat kepada wanita dalam kedudukanya sebagai manusia yang sempurna kemanusiannya sejak awal islam telah hadir di Dunia.










PENUTUP
            Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Feminisme adalah suatu bentuk pengakuan atas posisi perempuan di masyarakat yang disejajarkan dengan kaum pria dengan tidak hanya melihat perbedaan jenis kelamin saja. Feminisme juga tidak hanya di barat saja, tetapi juga sudah merambah masuk ke dunia Islam. Menurut feminis muslim menganggap bahwa kesetaraan laki-laki dan perempuan, otomatis menyebabkan kesetaraan hak-hak antara laki-laki dan perempuan. Dan  dalam Islam sendiri dikatakan bahwa Islam memandang laki-laki dan perempaun secara setara juga, dan bahwa Allah secara umum memberikan hak dan kewajiban yang sama antara laki-laki dan perempuan. Tetapi dalam realitanya, banyak feminis Islam yang lebih mengutaman logika dari pada ajaran agama dalam menyikapi suatu persoalan.
Kemuliaan perempuan dalam Islam setidaknya bisa kita ketahui dengan bagaimana Islam menempatkan posisi seorang ibu. Dalam Islam seorang anak yang mesti patuh pada kedua orang tuanya, namun ketaatan kepada ibu harus didahulukan. Hadits yang populer yang juga dikutip buku ini menyebutkan bahwa pelayanan terbaik seorang anak didahulukan kepada ibunya tiga kali dibanding kepada ayahnya. Bahkan pada hadits lain disebutkan bahwa surga terletak di telapak kaki ibu.






[1] Dadang Anshori dkk,Feminisme,hal.19
[2] Haideh Moghissi,Feminisme dan Fundamentalisme Islam,hal.169
[3] Ibid.hal.171

Tidak ada komentar:

Posting Komentar