Senin, 12 Januari 2015

Jinayah

BAB I
PENGERTIAN JINAYAH
Jinayah (jana) seacara  etimologi artinya berbuat dosa atau salah. Sedangkan secara terminologi mempunyai pengertian perbuatan yang dilarang oleh syara, baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta, atau benda. Jadi jinayah merupakan suatu tindakan yang dilarang oleh syara karena dapat menimbulkan bahaya bagi jiwa, harta, dan akal.
Unsur unsur jarimah Secara singkat dapat dijelaskan, dan suatu perbuatan dapat dikatakan atau dianggap delik (jarimah) bila syarat dan rukunya terpenuhi. Adapun rukun jarimah dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu :
1.      Unsur umum, artinya unsur unsur yang harus terpenuhi pada setiap jarimah. Adapun yang termasuk dalam unsur unsur umum jarimah yaitu :
a)      Unsur formil (adanya undang undang atau nas), artinya setiap perbuatan tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dapat di pidana kecuali adanya nas atau undang undang yang mengaturnya. Dalam hukum positif maasalh ini dikenal sebagai asas legalitas.
b)      Usur materiil (sifat melawan hukum), artinya adanya tindak perbuatan sesorang yang membentuk jarimah, baik dengan sikap berbuat maupun sikap tidak berbuat.
c)      Unsur moril (pelakunya mukalaf), artinya pelaku jarimah adalah orang yang dapat diminati pertanggung jawaban pidana terhadap jarimah yang dilakukannya. Artinya bukan orang gila, bukan anak anak dan bukan karena dipaksa atau karena pembelaan diri.
2.      Unsur khusus, artinya unsur unsur yang harus terpenuhi pada jenis jarimah tertentu. Yang dimaksud unsur khusus adalah unsur yang hanya terdapat pada peristiwa pidana (jarimah) tertentu dan berbeda antara unsur khusus pada jenis jarimah yang satu dengan jenis jarimah lainya .misalnya pada jarimah pencurian, harus terpenuhi unsur perbuatana dan benda. Syarat yang berkaitan dengan benda, bahwa benda itu berupa harta, ada pada tempat penyimpanan dan sudah ada satu nasab. Unsur khusus yang ada pada jarimah sedangkan unusur yang khusus bermacam macam serta berbeda beda pada setiap jarimah.
Macam macam Jarimah
1.      Jarimah ta’zir, yaitu memberi pelajaran, artinya suatu jarimah yang diancam dengan hukum ta’zir yaitu hukuman selain had dan qisas diyat.
2.      Jarimah hudud, yaitu perbuatan melanggar hukum yang jenis dan ancaman hukumanya ditentukan oleh nas, yaitu hukuman had (hak ALLAH).
3.      Jarimah qisas diyat, yaitu perbuatan yang diancam dengan hukuman qisas dan diyat. Baik hukuman qisas maupun diyat merupakan hukuman yang telah ditentukan batasnya, tidak ada batas terendah dan tertinggi, tetapi menjadi hak perorangan (sikorban dan walinya), ini berbeda dengan hukuman had yang menjadi hak ALLAh semata.
BAB II
ASAS ASAS UMUM DALAM FIQIH JINAYAH
Kata asas berasal dari bahasa arab asasun yang berarti dasar atau prinsip, sedangkan kata legalitas berasal dari bahasa latin yaitu lex ”kata benda” yang berarti undang undang atau dari kata jadian legalis yang berarti sah atau sesuai dengan ketentuan undang undang. Dengan demikian arti legalitas adalah keabsahan sesuatu menurut undang undang. Penerapnya di indonesia dapat dilihat di pasal 1 ayat (1) kitab undang undang yang berbunyi suatu perbuatan tidak dapat di pidana kecuali berdasarkan kekuatan peraturan perundang undangan pidana.
Asas legalitas secara jelas dianut dalam hukum islam terbukti adanya ayat yang menunjukan atas legalitas tersebut. Hukum asas legalitas dalam islam adalah sebagai berikut :
·         Al Qur’an dalam Surat al Isra ayat 15
·         Al Qur’an dalam surat al Qasas ayat 59
·         Al Qur’an dalam surat al an’am ayat 19
·         Al qur’an dalam surat al baqarah 286
Sebagai gambaran ril mengenai penerapan hukum pidana islam yang tidak berlaku misalnya:
·         Beristirkan bekas ibu tiri.
·         Hukum riba.
·         Masalah pencurian.
Asas tidak berlaku surut pada hukum pidan islam, artinya sebelum adanya nas yang melarang perbuatan, maka tindakan mukalaf tidak bisa dianaggap suatu jarimah. Jarimah yang diberlakukan surut antara lain:
·         Jarimah Qazf (menuduh zina).
·         Jarimah Hirabah.
Asas praduga tak bersalah adalah suatu konsekuensi yang tidak bisa di hindarkan dari asas legalitas adalah asas praduga tidak bersalah. Menurut asas ini perbuatan dianggap boleh kecuali di nyatakan sebaliknya oleh oleh suatu nash hukum. Selanjutnya setiap orang dianggap tidak bersalah untuk semua perbuatan jahat, kecuali dibuktikan kesalahnnya pada suat kejahatan tanpa ada keraguan. Jika suatu keraguan yang beralasan muncul, seorang tertuduh harus dibebaskan.
BAB III
PERCOBAAN MELAKUKAN JARIMAH
Tindak pidana adalah tidak selesainya perbuatan pidana karena adanya faktor eksternal, namun sipelaku ada niat dan adanya permualaan perbuatan pidana. Hukum pidana islam tidak kosentrasi mebahas delik percobaan, tetapi lebih menekankan pada jarimah yang telah selesai dan belum selesai. Hal ini tidak berarti bahwa mereka tidak mebicarakan isi teori tentang percobaan, sebagaimana yang akan terlihat nanti, tidak adanya perhatian secara khusus terhadap jarimah percobaan.
Tiap tiap jarimah mengalami fase fase tertentu sebelum terwujudnya hasil, pembagia fase fase ini diperlukan sekali, sebab hanya pada satu fase saja, pembuat dapat dituntut dari segi kepidanaan, sedangkan dalam fase fase lainya tidak di tuntut.
1.      Fase pemikiran dan perencanaan (marhalah at tafkir wa at tashmim). Memikirkan dan merencanakan sesuatau jarimah tidak dianggap ma’siat yang dijatuhi hukuman, karena menurut aturan syari’at islam, seseorang tidak dituntut (sepersalahkan) karena lintasan hatinya atau niatan yang tersimpan dalam dirinya.
2.      Fase persiapan (marhalah at tahdzir). Menyiapkan alat yang dipakai untuk melaksanakan jarimah, seperti membeli senjata untuk membunuh orang lain atau membuat kunci palsu untukn mencuri. Fase persiapan juga tidak dianggap ma’siat yang dapat dihukum, kecuali apa bila perbuatan persiapan itu sendiri dipandang sebagai ma’siat, seperti hendak mencuri milik sesorang dengan cara membiusnya. Peristiwa dianggap syubhat dan pelakunya hanya dikenakan hukuman ta’zir.
3.      Fase Pelaksanaan (marhakah tanfidiyah). Pada fase ini lah perbuatan sipembuat dianggap sebagai jarimah. Untuk dihukum, tidak menjadi persoalan apakah perbuatan tersebut merupakan permualaan pelaksanaan unsur materil jarimah atau tidak, melainkan cukup dihukum apabila perbuatan itu berupa ma’siat, yaitu pelanggaran atas hak masyarakat dan hak perorangan, dan dimaksudkan pula untuk melaksanakan unsur materiil, meskipun antara perbuatan tersebutunsur materiil masih masih terdapat beberapa langkah lagi.
Pendirian hukum positif sama dengan syara, bahwa permulaan tindak pidana tidak dapat dihukum, baik pada fase fase pemikiran –perencanaan dan persiapan. Menurut aliaran obyektif (objetieve leer) , saat tersebut ialah ketika ia melaksanakan perbuatan materil yang mebentuk suatu jarimah. Menurut aliran subyektif ( subyektif leer) untuk melakukan dikatakan melakukan percobaan cukup apabila pembuat telah memulai sesuatu pekerjaan apa saja yang mendatangkan kepada perbuatan jarimah itu sendiri.
Menurut syari’at islam ,jarimah jarimah hudud dan qisas, jarimah jarimah yang selesai tidak boleh dipersamakan dengan jarimah jarimah yang tidak selesai (percobaan). Aaturan tersebut berdasarkan hadits Nabi S.A.W “siapa yang mencapai hukuman had bukan pada jarimah hudud (yang lenkap) maka dia termasuk oarang yang menyeleweng”.
Tidak Selesainya percobaan Seorang pembuat yang telah memulai perbuatan jarimahnya. Kalau dapat menyelesaikan perbuatnya maka sudah sepantasbya ia djatuhi hukuman yang diancamkan terhadap perbuatnya itu. Jika belum menyelesaikan nya maka dia sudah seharusnya kembali kejalan allah SWT.
Tidak Selesainya percobaan karena taubat berupa jarimah “hirabah” pembegalan atau penggarongan atau jarimah jariah lain. Hal ini sesuai dengan firman allah SWT hukuman bagi orang yang melakukan jarimah “kecuali orang orang yang taubat (diantara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menagkap) mereka. maka ketahuilah bahwasanya allah maha pengampun lagi maha penyayang.
BAB IV
TURUT SERTA BERBUAT JARIMAH
Pengertian turut serta dalam beruat jarimah sesungguhnya berbeda dengan berserikat dalam melakukan ti]ndak pidana. ”berserikat dalam jarimah ialah sama sama melakukan dan mengkhendaki , demikian juga hasil dari perbuatan pidana juga sama sama dikhendaki”. Dalam turut serta kita melihat adanya pelaku utama dan pembantu, sedang pada berserikat keduanya merupakan pelaku utama. Bentu bentuk jarimah yang dilakukan oleh beberapa orang dirumuskan senagai berukut :
1.      Pembuat melakukan jarimah bersama sama orang lain (memberikan bagianya dan melaksanakan jarimah) atau bisa dikatakan melakukan jarimah bersama sama .
2.      Pembuat mengadakan persepakatan denga orang lain untuk melakukan jarimah.
3.      Pembuat menghasut (menyuruh )orang lain untuk memperbuat jarimah.
4.      Memberi bantuan atau kesempatan untuk melakukan jarimah dengan berbagai cara tanpa turut berbuat.
Untuk membedakan antara turut berbuat langsung dengan turut berbuat tidak langsung, maka dikalangkan fuqaha dibedakan menjadi 2 golongan yaitu  :
1.      Orang yang turut berbuat langsung dalam melakukan jarimah tersebut syarik mubasyir dan perbuatnya disebut Isytirak mubasyir.
2.      Orang yang tidak turut berbuat secara langsung dalam melaksankan jarimah disebut syarik mutasabbib, perbuatnya disebut isytirak ghairul mubasyir atau isytirak bit-tasabbubi.
BAB V
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
Sebagai bentuk pembebanan pada pelaku jarimah, dan dia sudah tahu akibat melakukan jarimah pidana ditegakan karena tiga hal :
1.      Adanya perbuatan yang dilarang untuk dikerjakan  atau adanya perintah untuk dkerjakan
2.      Adanya sikap berbuat  atau tidak berbuat atas kehendak atau kemauan seseorang.
3.      Pelaku mengetahui akibat akibat dari perbuatan yang dilakukan.
BAB VI
UQUBAN (HUKUMAN)
UQOBAH (hukuman), yaitu bentuk bagi balsan seseorang yang atsa perbuatanya melanggar ketentuan syara yang ditetapkan Allah SWT dan rasulNYA untuk kemashlahatan manusia hakim dalam islam harus menegakan dua prinsip dari tindakan iktiyat :
1.      Hindari hukuman had dalam perkara yang mengandung hukuman subhat
2.      Seorang imam atau hakim lebih baik salah memafkan dari pada salah menjatuhkan hukuman.
Hukuman dalam islam dapat dikelompokan dalam bebrapa jenis, hal ini dapat diperinci sebagai berikut :
1.      Hukum dilihat dari pertalian hukuman yang satu dengan ang lain , ada empat macam :
a)      Hukuman pokok.
b)      Hukuman pengganti.
c)      Hukuman tambahan.
d)     Hukuman pelengkap.
2.      Hukuman dilihat dari kewenangan hakim dalam memutuskan perkara, ada dua macam :
a)      Hukuman yang bersifat terbatas.
b)      Hukuman yang memiliki alternatif untuk dipilih.
3.      Hukuman dari segi obyek ada 3 macam, yaitu :
a)      Hukuma jasmani.
b)      Hukuman benda.
Gabungan hukum ialah serangkai sanksi kepada seseorang yang dterapkan karen dia telah melakukan jarimah secara berulang ulang, dan satu dengan yang lainya belum mendapatkan putusan akhir Gabungan hukum bagi pelaku jarimah pada intinya dapat dibagi menjadi dua sifat :
1.      Gabungan anggapan (concurcus idealis).
2.      Gabungan nyata(concurus realis).
BAB VII
JARIMAH HUDUD
Hukuman pidana islam sering mendapat tudingan sebagai huku yang out of date dan de humanis.
Ø  REDEFINSI JARIMAH HUDUD
Jarimah hudud sering diartikan sering diartikan sebagai tindak pidana dan sanksinya ditetapkan secara mutlak oleh Allah.
Ø  JARIMAH ZINA
Hukumanay ditegaskan dalam alqur’an dan hadits, hukuman bagi oarang yang belum menikah (ghairu muhson) didera seratus kali. Sedangkan yang sudah menikah (muhsan) di rajam.
Ø  JARIMAH QAZF
Menuduh wanita baik baik berzina.
Ø  JARIMAH SARIQAH
Mengambil harta orang lain secara diam diam untuk dimiliki tanap adanya paksaan.
Ø  JARIMAH HIRABAH
Sekolompok orang yang membuat onar,pertumpahan darah ,merampas harta di muka bumi.

Ø  JARIMAH AL BAGHY (PEMBERONTAK)
Orang yang keluar dari ketaatan pada imam yang sah tanpa alasan. H.JARIMAH SYURB AL KHAMR larangan meminum minuman yang memabukan.
Ø  JARIMAH RIDDAH
Orang yang keluar dari islam, atau disebut juga murtad.



BAB VII
JARIMAH QISHASH DIYAT
Qisas diyat adalah suatu kejahatan terhadap jiwa (menghilangkan nyawa) dan anggota badan (pelukaan) yang diancam hukuman qisasa atau hukuman diyat. Ketika hukum islam berbicara tentang delik qisas, kesan ngeri seram dan menakutkan.
BAB IX
JARIMAH TA’ZIR
Menurut bahasa, lafadz ta’zir berasal dari kata azzara yang berarti man’u wa rada (mencegah dan menolak. Pada jarimah ta’zir al qur’an al hadits tidak menerapkan secara terperincI, baik dari segi bentuk jarimah maupun hukumanya. Jarimah ta’zir berbeda debgan jarimah hudut, jika jarimah hudud adalah jarimah yang hukumanya telah ditentukan secara definitif oleh syara baik jenis jarimah maupun sanksinya, maka jarimah ta’zir tidak di tentukan secara jelas dan definitif.
Jenis jenis jarimah ta’zir :
1.      Jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah jarimah hudud atau qisas, tetapi syarat syaratnya tidak terpenuhi atau ada syubhat, seperti pencuria tidak mencapai nishab atau oleh keluarga sendiri.
2.      Jarimah ta’zir yang jenisnya disebutkan dalam nas syara, tetapi hukumanya belum ditetapkan, seperti riba, suap, dan mengurangi takaran timbangan.
3.      Jarimah ta’zir yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan oleh syara.
Hukuman terhadap pelaku jarimah ta’zir :
1.      Hukuman mati.
2.      Hukuman cambuk.
3.      Hukuman penjara.
4.      Hukuman pengasingan.
5.      Merampas harta.
6.      Mengubah bentuk barang.
7.      Hukuman denda.
8.      Peringatan keras.
9.      Pukuman berupa nasihat.
10.  Celaan (taubikh).
11.  Pengucilan.
12.  Pemecatan (al-‘azl).

13.  Publikasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar