PEMBAHASAN
A.
Teks
Ayat dan Terjemahannya
Surah Al-Hujurat : 06
َاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ
فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا
فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Artinya
: "Wahai orang-orang beriman! Jika datang kepadamu
orang fasik yang membawa sesuatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu
tidak mencelakakan suatu kaum kerana kebodohan(kejahilan), yang akhirnya kamu
menyesali perbuatanmu itu" QS. Al-Hujurat
: 6
A.
Mufrodat
Ayat
اأَيُّهَا
wahai
ءَامَنُوا beriman
جَاءَكُمْ datang
kepadamu
بِنَبَأٍ dengan
berita
أَنْ agar
قَوْمًا kaum
فَتُصْبِحُوا Maka
jadilah kamu
مَا apa
نَادِمِينَ Orang-orang
yang menyesal
الَّذِينَ Orang-orang
yang
إِنْ jika
فَاسِقٌ Orang
fasik
فَتَبَيَّنُوا Maka
jelaskanlah
تُصِيبُوا Kamu
tidak menimpakan
بِجَهَالَةٍ Karena
kebodohan/tidak tahu
عَلَى atas
فَعَلْتُمْ perbuatanmu
B.
Asbab
Nuzul al-Ayat
Setelah
perang Bani Mushthaliq dinyatakan selesai, Rasulullah saw membagi-bagikan tawanan
kepada kaum muslimin. Tawanan itu diserahkan untuk menjadi budak. Tawanan yang
menjadi hak Rasulullah adalah Juwairiyah, anak pemimpin Bani Musthaliq. Dan
Rasulullah saw tidak menjadikan Juwairiyah sebagai budak, tetapi justru
kemudian menikahinya. Tindakan Rasulullah ini mendorong para shahabat kemudian
membebaskan para budak yang berasal dari Bani Mushthaliq.
Di sisi
lain, tindakan Rasulullah saw menikahi Juwairiyah binti al-Harits ini membuat
al-Harits bin Dlirar merasa mendapatkan kehormatan yang sangat tinggi. Maka
ketika al-Harits ini mengunjungi Rasulullah saw, beliau mengajaknya untuk masuk
Islam. Berbeda dengan sikap sebelumnya, al-Harits mudah saja untuk menerima
tawaran Rasulullah saw untuk masuk Islam.
Sesudah masuk Islam Rasulullah saw
memerintahkan al-Harits untuk mengajak kabilahnya masuk Islam dan membayar
zakat. Al-Harits pun menyatakan kesediaan dan kesanggupannya. Kepada
Rasulullah, Al-Harits menyatakan, “Saya akan pulang ke kampung saya untuk
mengajak orang untuk masuk Islam dan membayar zakat dan bila sudah sampai
waktunya, kirimkanlah utusan untuk mengambilnya.” Namun ketika kaum Bani
Musthaliq sudah menerima Islam, dan zakat sudah banyak dikumpulkan sedang waktu
yang disepakati oleh Rasul untuk mengambil zakat telah tiba, ternyata utusan
beliau belum juga datang. Maka Al-Harits merasa khawatir kalau-kalau ada
sesuatu yang tidak berkenan di hati Rasulullah saw. yang menyebabkan beliau
tidak kunjung mengirimkan utusan. Al-Harits khawatir kalau persoalan ini akan
berakibat buruk bagi dirinya dan kaumnya.
Setelah melalui musyawarah dengan
tokoh-tokoh Bani Musthaliq, al-Harits merasa harus datang kepada Rasulullah
saw, bukannya menanti kedatangan utusan beliau yang akan menarik zakat. Dan
keberangkatan ke Madinah dipimpin sendiri oleh al-harits dan diikuti oleh
serombongan tokoh bani Musthaliq, untuk menyerahkan zakat itu kepada Nabi.
Sementara itu, dalam waktu yang
hampir bersamaan Rasulullah saw. mengutus Al-Walid bin Uqbah untuk mengambil
zakat yang telah dikumpulkan al-Harits. Di tengah Jalan al-Walid melihat
al-Harits beserta sejumlah orang berjalan menuju Madinah. Didasari oleh ingatan
akan permusuhan di masa jahiliyah antara dirinya dengan al-Harits, timbul rasa
gentar di hati Al-Walid, jangan-jangan al-Harits akan menyerang dirinya. Karena
itulah kemudian ia berbalik kembali ke Madinah dan menyampaikan laporan yang
tidak benar.
Al-Walid melaporkan kepada
Rasulullah saw bahwa Al-Harits tidak mau menyerahkan zakat, bahkan ia akan
dibunuhnya. Rasulullah saw tidak langsung begitu saja percaya, beliau pun
mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk menemui Al-Harits. Ketika utusan
itu bertemu dengan Al-Harits, ia berkata,
“Kami diutus Rasulullah saw untuk
bertemu denganmu.”
Al-Harits bertanya, “Ada apa?”
Utusan Rasulullah itupun menjawab,
“Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengutus Al-Walid bin Uqbah, untuk mengambil
zakat, lalu ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat bahkan mau
membunuhnya.”
Al-Harits menjawab, “Demi Allah yang
telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan tidak
ada yang datang kepadaku.”
Maka ketika mereka sampai kepada
Nabi saw., beliau pun bertanya, “Apakah benar engkau menolak untuk membayarkan
zakat dan hendak membunuh utusanku?”
“Demi Allah yang telah mengutusmu
dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.”
Maka turunlah ayat tersebut untuk membenarkan
pengakuan al-Harits.
A.
Tafsir
Ayat
a.
Tafsir
Ayat Ahkam as-Shabuni
Surat
al-Hujurat ini disebut juga al-Akhalq dan al-Adab, karena banyak mengandung dan
membahas hal-hal tentang akhaq dan tantang adab yang baik. Dalam ayat ini
disebutkan bahwa kita harus mengecek kebenaran sebuah berita, dan jangan mudah
percaya kepada perkataan orang fasik yang mungkin justru akan menimbulkan
kerusakan. Perkataan ”jika ada orang fasik datang kepadamu dengan membawa
berita” itu merupakan isyarat lembut
bahwa orang mukmin harus benar-benar sadar, dan jangan mudah menerima omongan
orang tanpa diketahui sumbernya.4)
Allah
memerintahkan mengecek berita yang dibawa oleh orang fasik agar kita tidak
terjerumus dalam kerusakan atau kehancuran, karena pemberitaan adalah amanat
sedang kefasikan itu sendiri justru menghilangkan sifat dari amanat itu. Jadi jika
alasan untuk diterimanya berita dari orang fasik itu sudah tidak ada maka
deterimanya berita dari orang fasik itu juga sudah tidak ada pula.
Berbeda
dengan seseorang yang masih belum dikenal, maka menurut pendapat para ulama
fiqih Hanafiyah, pemberitaan orang tersebut bisa saja deterima. Alasannya
karena ayat tersebut menunjukan dan menuntut diadakan pengecekan berita itu
adalah karena kefasikannya. Jadi kalau kefasikannya itu sudah tiada, maka
keharusan penuntutan itu pun tiada pula, dan permasalahan kini kembali pada
asal, yaitu diterimanya berita. Sebab pada prinsipnya seorang mukmin itu adalah
adil.5)
Kesaksian
orang fasik itu tidak bisa diterima berdasarkan surat al-Hujurat dan juga
berdasarkan keriwayatan. Siapa yang sudah jelas-jelas fasik maka omongannya itu
pasti hanya akan sia-sia belaka karena telah meniadakan amanat yang jelas ada
dan harus disampaikan.Begitu pula dengan menerima kesaksian orang fasik, karena
kesaksian juga sama saja dengan pemberitaan, maka janganlah kita menerima
kesaksian orang fasik dengan mutlak tanpa mencari kebenaran kesaksian orang
fasik tersebut. Adapun seorang yang membuat bid’ah lantaran agama, maka pasti
dia akan membela kemauan nafsunya itu dan mengajak orang lain kepada bid’ahnya
itu.
Sebenarnya
kejadian seperti ini agak langka, karena pada prinsipnya seorang mukmin
haruslah jujur. Tetapi setelah terjadi kasus pada sahabat Nabi ini berdusta
seprti al-Wahid bin ‘Uqbah, maka diturunkanlah surat al-Hujurat ayat 6 ini.
a.
Tafsir
al-Maraghi
Al-Fasik
adalah orang yang keluar dari batas-batas agama. Yakni dari kata Fasaqa ‘r-Ruthabu, yang artinya kurma itu keluar
dari kulitnya.
Allah
mendidik kita agar menjadi orang yang sopan agar dapat berguna bagi agama dan
dunia kita. Bahwasanya mereka didatangi oleh orang fasik yang terang-terangan
meninggalkan syiar-syiar agama, dengan membawa suatu berita, maka pertama-tama
hendaklah mereka jangan membenarkannya sehingga mendapat kepastian dan berusaha
mengetahui hal yang sebenarnya, dan jangan bersandar kepada perkataanya.
Karena, orang yang tidak peduli dalam melakukan kefasikan tentu tidak peduli
juga untuk berbuat dusta, karena dusta memang termasuk cabang kefasikan. Hal
itu perlu dilakukan agar jangan sampai orang-orang Mu’min menimpakan suatu
bencana kepada suatu kaum yang mereka tidak ketahui hal ikhwal mereka, lalu
menyesallah meraka atas perbuatan yang terlanjur mereka lakukan dan berangan-angan
sekiranya hal itu tidak pernah terjadi.
Menurut
Ubnu Abi Hatim, riwayat ini adalah riwayat tebaik mengenai sebab turunnya ayat
ini, namun demikian Ar-Razi berkata bahwa riwayat ini adalah dha’if. Karena
Al-Walid hanya berprasangka saja, yang ternyata keliru. Padahal orang yang
keliru itu tidak bisa disebut sebagai orang fasik. Bagai mana hal mitu bisa
diterima, padahal orang yang fasik pada kebanyakan tempat yang dimaksud ialah
orang yang keluar dari lingkungan iman, berdasarkan firman Allah sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Sejujurnya
iman yang sempurna ialah pengakuan dari lidah, membenarkan dengan hati dan
menjalankan rukun-rukun. Sedang kefasikan adalah kedustaan, lawan dari mengakui
iman dari lidah, sedang kedurhakaan adalah lawan dari melaksanakan rukun-rukun.
A.
Kontekstualisasi
Penfsiran Ayat di Era Sekarang
Pada
dasarnya pada zaman sekarang kefasikan terjadi dimana-mana, dan kefasikan
sering dipergunakan untuk mengadu domba oleh pihak-pihak tertentu dan sering
menjadi akibat masalah yang serius seperti perpecahan dan peperangan. Karena
itu klarifikasi hukum justru sanagat diperlukan di era seperti sekarang ini,
kekacauan akibai kefasikan bukan hanya terjadi antar negara saja, di indonesia
pun yang sama-sama satu negara, satu wilayah, satu agama, dan bahkan satu
keluarga pun sering terjadi kefasikan.
Ironisnya
kefasikan terkadang menjadi hiburan di televisi-televisi seperti gosip dan
sejenisnya. Seharusnya kita manusia harus lebih bisa dapat mencerna segala suatu informasi dengan lebih
teliti dengan benar bukan langsung menerima segala sesuatunya begitu saja.
Akibatnya sekarang banyak terjadi permusuhan di berbagai daerah dan wilayah
gara-gara kefasikan yang berwujud adu domba, pencemaran nama baik, hasutan-hasutan,
dan masih banyak lagi.
Denagan
kata lain di era seperti sekarang ini lebih banyak orang-orang yang hanya
mementingkan dirinya sendiri tenpa peduli orang lain dengan melakukan
kefasikan-kefasikan di dunia ini, dan jika kemunafikan adalah musuh dari iman,
maka sudah barang tentu banyak manusia-manusia yang kini imannya sudah tidak
sempurna lagi. Padahal kita harus mencintai iman dalam hati kita dan benci
terhadap kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan, namun kini semuaya justru
sebaliknya, bayak orang mencitai kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan lalu
membenci iman yang ada dalam diri kita, lalu bagaiman kita dapat menepati
kebenaran dan berada di jalan yang lurus.
PENUTUP
/ KESIMPULAN
Surat al-Hujurat turun karena adanya kesalahan manusia yang
kadang tidak cakap menerima segala informasi yang ada sehingga terkadang
terjadi kesalah pahaman, surat al-hujurat pun juga menuntun kita agar kita
memilah-milah setiap informasi dengan cara mencari kebenaran dari setiap
informasi yang kita peroleh, dan tidak hanya langsung menerima setiap informasi
yang datang peduli bahwa itu benar atukah salah.
Kita juga dianjurkan agar menjadi orang yang selalu
menyampaikan amanah yang kita terima dan jangan menjadi seperti orang yang
fasik, karena orang yang fasik adalah orang yang keluar dari batas agama dan
tidak sesuai dengan iman serta rukun islam. Dan Tuhan Maha Tahu tentang
orang-orang yang patut menperoleh petunjuk, dan orang-orang yang patut
disesatkan, oleh karena itu kita harus menjadikan sebagian dari kita mecintai
iman, dan membuat iman itu indah di hati kita agar kita bisa menjadi
orang-orang yang benar dan dapat menempuh jalan yang lurus di jalan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar