Senin, 12 Januari 2015

Tabbayun (Selektif Dalam Menerima Informasi)

PEMBAHASAN

A.    Teks Ayat dan Terjemahannya
Surah Al-Hujurat : 06
َاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Artinya : "Wahai orang-orang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik yang membawa sesuatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum kerana kebodohan(kejahilan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu" QS. Al-Hujurat : 6
A.    Mufrodat Ayat

اأَيُّهَا             wahai
ءَامَنُوا            beriman
جَاءَكُمْ         datang kepadamu
بِنَبَأٍ                 dengan berita
أَنْ                   agar

قَوْمًا              kaum
فَتُصْبِحُوا   Maka jadilah kamu
مَا                    apa
نَادِمِينَ          Orang-orang yang menyesal






الَّذِينَ            Orang-orang yang
إِنْ                   jika
فَاسِقٌ            Orang fasik
فَتَبَيَّنُوا        Maka jelaskanlah
تُصِيبُوا          Kamu tidak menimpakan
بِجَهَالَةٍ           Karena kebodohan/tidak tahu
عَلَى              atas
فَعَلْتُمْ           perbuatanmu







B.     Asbab Nuzul al-Ayat
Setelah perang Bani Mushthaliq dinyatakan selesai, Rasulullah saw membagi-bagikan tawanan kepada kaum muslimin. Tawanan itu diserahkan untuk menjadi budak. Tawanan yang menjadi hak Rasulullah adalah Juwairiyah, anak pemimpin Bani Musthaliq. Dan Rasulullah saw tidak menjadikan Juwairiyah sebagai budak, tetapi justru kemudian menikahinya. Tindakan Rasulullah ini mendorong para shahabat kemudian membebaskan para budak yang berasal dari Bani Mushthaliq.
Di sisi lain, tindakan Rasulullah saw menikahi Juwairiyah binti al-Harits ini membuat al-Harits bin Dlirar merasa mendapatkan kehormatan yang sangat tinggi. Maka ketika al-Harits ini mengunjungi Rasulullah saw, beliau mengajaknya untuk masuk Islam. Berbeda dengan sikap sebelumnya, al-Harits mudah saja untuk menerima tawaran Rasulullah saw untuk masuk Islam.
Sesudah masuk Islam Rasulullah saw memerintahkan al-Harits untuk mengajak kabilahnya masuk Islam dan membayar zakat. Al-Harits pun menyatakan kesediaan dan kesanggupannya. Kepada Rasulullah, Al-Harits menyatakan, “Saya akan pulang ke kampung saya untuk mengajak orang untuk masuk Islam dan membayar zakat dan bila sudah sampai waktunya, kirimkanlah utusan untuk mengambilnya.” Namun ketika kaum Bani Musthaliq sudah menerima Islam, dan zakat sudah banyak dikumpulkan sedang waktu yang disepakati oleh Rasul untuk mengambil zakat telah tiba, ternyata utusan beliau belum juga datang. Maka Al-Harits merasa khawatir kalau-kalau ada sesuatu yang tidak berkenan di hati Rasulullah saw. yang menyebabkan beliau tidak kunjung mengirimkan utusan. Al-Harits khawatir kalau persoalan ini akan berakibat buruk bagi dirinya dan kaumnya.
Setelah melalui musyawarah dengan tokoh-tokoh Bani Musthaliq, al-Harits merasa harus datang kepada Rasulullah saw, bukannya menanti kedatangan utusan beliau yang akan menarik zakat. Dan keberangkatan ke Madinah dipimpin sendiri oleh al-harits dan diikuti oleh serombongan tokoh bani Musthaliq, untuk menyerahkan zakat itu kepada Nabi.
Sementara itu, dalam waktu yang hampir bersamaan Rasulullah saw. mengutus Al-Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat yang telah dikumpulkan al-Harits. Di tengah Jalan al-Walid melihat al-Harits beserta sejumlah orang berjalan menuju Madinah. Didasari oleh ingatan akan permusuhan di masa jahiliyah antara dirinya dengan al-Harits, timbul rasa gentar di hati Al-Walid, jangan-jangan al-Harits akan menyerang dirinya. Karena itulah kemudian ia berbalik kembali ke Madinah dan menyampaikan laporan yang tidak benar.
Al-Walid melaporkan kepada Rasulullah saw bahwa Al-Harits tidak mau menyerahkan zakat, bahkan ia akan dibunuhnya. Rasulullah saw tidak langsung begitu saja percaya, beliau pun mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk menemui Al-Harits. Ketika utusan itu bertemu dengan Al-Harits, ia berkata,
“Kami diutus Rasulullah saw untuk bertemu denganmu.”
Al-Harits bertanya, “Ada apa?”
Utusan Rasulullah itupun menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengutus Al-Walid bin Uqbah, untuk mengambil zakat, lalu ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat bahkan mau membunuhnya.”
Al-Harits menjawab, “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan tidak ada yang datang kepadaku.”
Maka ketika mereka sampai kepada Nabi saw., beliau pun bertanya, “Apakah benar engkau menolak untuk membayarkan zakat dan hendak membunuh utusanku?”
“Demi Allah yang telah mengutusmu dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.”
Maka turunlah ayat tersebut untuk membenarkan pengakuan al-Harits.
A.    Tafsir Ayat
a.    Tafsir Ayat Ahkam as-Shabuni
Surat al-Hujurat ini disebut juga al-Akhalq dan al-Adab, karena banyak mengandung dan membahas hal-hal tentang akhaq dan tantang adab yang baik. Dalam ayat ini disebutkan bahwa kita harus mengecek kebenaran sebuah berita, dan jangan mudah percaya kepada perkataan orang fasik yang mungkin justru akan menimbulkan kerusakan. Perkataan ”jika ada orang fasik datang kepadamu dengan membawa berita” itu  merupakan isyarat lembut bahwa orang mukmin harus benar-benar sadar, dan jangan mudah menerima omongan orang tanpa diketahui sumbernya.4)
Allah memerintahkan mengecek berita yang dibawa oleh orang fasik agar kita tidak terjerumus dalam kerusakan atau kehancuran, karena pemberitaan adalah amanat sedang kefasikan itu sendiri justru menghilangkan sifat dari amanat itu. Jadi jika alasan untuk diterimanya berita dari orang fasik itu sudah tidak ada maka deterimanya berita dari orang fasik itu juga sudah tidak ada pula.
Berbeda dengan seseorang yang masih belum dikenal, maka menurut pendapat para ulama fiqih Hanafiyah, pemberitaan orang tersebut bisa saja deterima. Alasannya karena ayat tersebut menunjukan dan menuntut diadakan pengecekan berita itu adalah karena kefasikannya. Jadi kalau kefasikannya itu sudah tiada, maka keharusan penuntutan itu pun tiada pula, dan permasalahan kini kembali pada asal, yaitu diterimanya berita. Sebab pada prinsipnya seorang mukmin itu adalah adil.5)
Kesaksian orang fasik itu tidak bisa diterima berdasarkan surat al-Hujurat dan juga berdasarkan keriwayatan. Siapa yang sudah jelas-jelas fasik maka omongannya itu pasti hanya akan sia-sia belaka karena telah meniadakan amanat yang jelas ada dan harus disampaikan.Begitu pula dengan menerima kesaksian orang fasik, karena kesaksian juga sama saja dengan pemberitaan, maka janganlah kita menerima kesaksian orang fasik dengan mutlak tanpa mencari kebenaran kesaksian orang fasik tersebut. Adapun seorang yang membuat bid’ah lantaran agama, maka pasti dia akan membela kemauan nafsunya itu dan mengajak orang lain kepada bid’ahnya itu.
Sebenarnya kejadian seperti ini agak langka, karena pada prinsipnya seorang mukmin haruslah jujur. Tetapi setelah terjadi kasus pada sahabat Nabi ini berdusta seprti al-Wahid bin ‘Uqbah, maka diturunkanlah surat al-Hujurat ayat 6 ini.
a.      Tafsir al-Maraghi
Al-Fasik adalah orang yang keluar dari batas-batas agama. Yakni dari kata Fasaqa   ‘r-Ruthabu, yang artinya kurma itu keluar dari kulitnya.
Allah mendidik kita agar menjadi orang yang sopan agar dapat berguna bagi agama dan dunia kita. Bahwasanya mereka didatangi oleh orang fasik yang terang-terangan meninggalkan syiar-syiar agama, dengan membawa suatu berita, maka pertama-tama hendaklah mereka jangan membenarkannya sehingga mendapat kepastian dan berusaha mengetahui hal yang sebenarnya, dan jangan bersandar kepada perkataanya. Karena, orang yang tidak peduli dalam melakukan kefasikan tentu tidak peduli juga untuk berbuat dusta, karena dusta memang termasuk cabang kefasikan. Hal itu perlu dilakukan agar jangan sampai orang-orang Mu’min menimpakan suatu bencana kepada suatu kaum yang mereka tidak ketahui hal ikhwal mereka, lalu menyesallah meraka atas perbuatan yang terlanjur mereka lakukan dan berangan-angan sekiranya hal itu tidak pernah terjadi.
Menurut Ubnu Abi Hatim, riwayat ini adalah riwayat tebaik mengenai sebab turunnya ayat ini, namun demikian Ar-Razi berkata bahwa riwayat ini adalah dha’if. Karena Al-Walid hanya berprasangka saja, yang ternyata keliru. Padahal orang yang keliru itu tidak bisa disebut sebagai orang fasik. Bagai mana hal mitu bisa diterima, padahal orang yang fasik pada kebanyakan tempat yang dimaksud ialah orang yang keluar dari lingkungan iman, berdasarkan firman Allah sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Sejujurnya iman yang sempurna ialah pengakuan dari lidah, membenarkan dengan hati dan menjalankan rukun-rukun. Sedang kefasikan adalah kedustaan, lawan dari mengakui iman dari lidah, sedang kedurhakaan adalah lawan dari melaksanakan rukun-rukun.
A.    Kontekstualisasi Penfsiran Ayat di Era Sekarang
Pada dasarnya pada zaman sekarang kefasikan terjadi dimana-mana, dan kefasikan sering dipergunakan untuk mengadu domba oleh pihak-pihak tertentu dan sering menjadi akibat masalah yang serius seperti perpecahan dan peperangan. Karena itu klarifikasi hukum justru sanagat diperlukan di era seperti sekarang ini, kekacauan akibai kefasikan bukan hanya terjadi antar negara saja, di indonesia pun yang sama-sama satu negara, satu wilayah, satu agama, dan bahkan satu keluarga pun sering terjadi kefasikan.
Ironisnya kefasikan terkadang menjadi hiburan di televisi-televisi seperti gosip dan sejenisnya. Seharusnya kita manusia harus lebih bisa dapat  mencerna segala suatu informasi dengan lebih teliti dengan benar bukan langsung menerima segala sesuatunya begitu saja. Akibatnya sekarang banyak terjadi permusuhan di berbagai daerah dan wilayah gara-gara kefasikan yang berwujud adu domba, pencemaran nama baik, hasutan-hasutan, dan masih banyak lagi.
Denagan kata lain di era seperti sekarang ini lebih banyak orang-orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri tenpa peduli orang lain dengan melakukan kefasikan-kefasikan di dunia ini, dan jika kemunafikan adalah musuh dari iman, maka sudah barang tentu banyak manusia-manusia yang kini imannya sudah tidak sempurna lagi. Padahal kita harus mencintai iman dalam hati kita dan benci terhadap kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan, namun kini semuaya justru sebaliknya, bayak orang mencitai kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan lalu membenci iman yang ada dalam diri kita, lalu bagaiman kita dapat menepati kebenaran dan berada di jalan yang lurus.

PENUTUP / KESIMPULAN
            Surat al-Hujurat turun karena adanya kesalahan manusia yang kadang tidak cakap menerima segala informasi yang ada sehingga terkadang terjadi kesalah pahaman, surat al-hujurat pun juga menuntun kita agar kita memilah-milah setiap informasi dengan cara mencari kebenaran dari setiap informasi yang kita peroleh, dan tidak hanya langsung menerima setiap informasi yang datang peduli bahwa itu benar atukah salah.
            Kita juga dianjurkan agar menjadi orang yang selalu menyampaikan amanah yang kita terima dan jangan menjadi seperti orang yang fasik, karena orang yang fasik adalah orang yang keluar dari batas agama dan tidak sesuai dengan iman serta rukun islam. Dan Tuhan Maha Tahu tentang orang-orang yang patut menperoleh petunjuk, dan orang-orang yang patut disesatkan, oleh karena itu kita harus menjadikan sebagian dari kita mecintai iman, dan membuat iman itu indah di hati kita agar kita bisa menjadi orang-orang yang benar dan dapat menempuh jalan yang lurus di jalan Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar