FENOMENOLOGI
A.
Pendahuluan
Pada
dasarnya masyarakat sekarang ini awam pada permasalahan filsafat, tidak seperti
tokoh-tokoh pada zaman dahulu yang mengkaji benar-benar permasalahan filsafat
hingga cabang-cabang ilmu filsafat itu sendiri. Entah pada zaman itu filsafat
menjadi kajian utama ataukah pada zaman sekarang filsafat dipandang tidak
begitu penting lagi, namun jelas terlihat jika filsafat pada zaman sekarang
justru semakin terabaikan.
Jika
dicermati pada sekarang ini justru permasalahan hukum dan politik marak dibahas
di negara ini, kajian filsafat hanya sering ditemui di jurnal-jurnal
internasional dan semacamnya, itupun kadang dipandang kurang begitu menarik.
Padahal filsafat erat kandungannya di kehidupan sehari-hari kita, bukan hanya
filsafat itu sendiri namun juga cabang-cabang ilmu filsafat itu sendiri.
Hampir
seluruh aspek kehidupan kita mengandung kajian-kajian ilmu filsafat, banyak
kajian-kajian filsafat yang dapat kita ambil dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari
kita.
Tulisan
sederhana ini bertujuan untuk mereview tulisan Prof. Dr. Alo Liliweri, M.S
tentang fenomenologi dari percabangan filsafat sampai metodologi penelitian.
B.
Pokok-pokok Pemikiran
Fenomenologi
secara harfiah berarti pelajaran mengenai gejala-gejala. Istilah ini mula-mula
dipakai dalam ilmu filsafat pada pertengahan kedua abad 18, dirintis oleh kant
dan fries. Mereka mempergunakan istilah itu sebagai pelajaran filsafat yang
memusatkan perhatiannya pada peninjauan gejala-gejala, dan kemudian hagel telah
memansyurkan pengertian ini.[1]
Jauh
sebelum fenomenologi seperti sekarang ini, plato mendefinisikan fenomenologi
sebagai studi tentang fenomena, tentang penampilan suatu atau sejumlah hal yang
muncul dari kesadaran pengalamn orang lain, termasuk cara kita memberikan makna
terhadap hal-hal yang mengemuka dari dalam pengalaman tersebut. Apa yang kita
alami terhadap orang lain termasuk persepsi (mendengar, melihat, meraba,
mencium, dan lain-lain) hal percaya, tindakan mengingat, memutuskan, merasakan
menilai, mengevaluasi adalah pengalamna dari tubuh kita yang terdeskripsi
secara fenomenologis.[2]
Fenomenologi
seperti yang kita pelajari kini sebenarnya merupakan pengembangan visi edmud
husserl. Namun tidaklah mengherankan bahwa beberapa pustaka disebutkan bahwa
fenomenologi tampil sebagai saudara kembar dari eksistensialisme.
Fenomenoogi
membimbing kita agar dapat memberikan dan memahami makna terhadap pengalaman
orang lain yang bersifat intersubjektifitas. Fenomenologi tersusun dari asumsi
:
1. Menampilkan
pengalaman manusia yang bersifat subjektif.
2. Menjelaskan
pengalaman subjektif sebagai esensi dari struktur pengalaman manusia.
3. Mengakses
struktur pengalaman dengan mendeskripsi pengalaman tersebut.
Secara
garis besar percabangan fenomenologi dari filsafat terbagi menjadi tiga, yaitu[3] :
1. Cabang
dari hegel, fenomenologi merupakan suatu pendekatan filsafat yang dimulai
dengan eksplorasi fenomena sebagai sarana yang membuat kita pada akhirnya
memahami suatu yang mutlak logis, bahkan
menjadikannya sebagai spirit ontologis dan metafisik yang berada di balik
sebuah fenomena, atau yang disebut dengan fenomenologi dialektis.
2. Cabang
dari edmund husserl, fenomenologi merupakan suatu pendekatan filsafafat yang
mengambil pengalaman initutif fenomena yang dijadikan sebagai titik awal dan
sekaligus dari sana pula kita mengekstrak esensi pengalaman orang lain,
fenomenologi ini sering disebut dengan fenomenologi transendendal.
3. Cabang
dari martin heidegger, fenomenologi membuat kita harus bergerak dari sekadar
dunia makhluk ke arah tertentu untuk menangkap apa yang ada di balik kehidupan
makhluk tersebut, atau yang disebut fenomenologi eksistensial.
Dalam
hal ini fenomenologi bukan hanya mencakup tentang fenomenologi-fenomenologi dari
cabang-cabang yang telah di sebutkan di atas, namun juga mencakup juga tentang
metodologi dalam penelitian.
Sering
kali kita di buat bingung apa itu metodologi dan metode, apa perbedaan antara
kedua hal tersebut, hanya istilah yang berbeda atau memang keduanya memang
benar-benar berbeda satu sama lain.
Metodologi
adalah sesuatu yang lebih mendasar ketimbang dari metode,. Metodologi merupakan
dasar filosofis untuk metode. Dan sebuah metode fenomenologi adalah oenelitian
yang coba memahami tentang persepsi masyarakat, perspektif, dan pemahaman dari
situasi tertentu.
C.
Analisa Dan Kritik
Fenomenologi
dengan sengaja menjadi sebuah filsafat, ini merupakan metode atau fakta
independen mengenai ilmu alamiah, ilmu sosial, dan sejarah.
Pada
dasarnya fenomenologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari atau mendalami
tentang fenomena atau pengalaman, namun apakah pengalaman itu sebatas mencakup
tentang permasalahan antara hubungan manusia dengan manusia lainnya? Atau tidak
bisa atau mampukah ilmu fenomenologi ini mempelagari hubungan yang dialami
manusia dengan alam atau dengan agama (tuhan)?
Dengan
kata lain, sebuah penelitian fenomenologi ini ada untuk menjawab pertanyaan
bagaimana mengalami hal ini dan itu? Dengan melihat berbagai perspektif dari
situasi yang sama, kita dapat memulai membuat beberapa generalisasi atas sebuah
pengalaman dari perspektif insider.
Fenomenologi
secara tidak langsung menolak realisme ilmiah dan lebih setuju juka
fenomenologi untuk menggambarkan pengalaman atau kesadaran terhdap ghal-hal
tertentu dalam realitas dunia.
Fenomenologi
juga memiliki kelebihan serta kekurangan. Kelebihan fenomenologi:
1. Penggunaan
fenomenologi sebagai metode penelitian sangat efisien.
2. Keseluruhan
proses fenomenologi menguntungkan.
3. Ada
klarifikasi.
4. Lebih
mudah dalam mengamati respon non verbal.
5. Membantu
membangun sinergi.
6. Implikasi
yang luas
Kekurangan
fenomenologi:
1. Agak
sukar menjadikan generalisasi.
2. Data
sukar dianalisis.
3. Banyak
memberikan sumbangan pemikiran pribadi.
4. Soft
science.
Daftar Pustaka
Abdullah Syamsuddin
dkk. Fenomenologi Agama
Dhavamony Mariasusai.
(2001). Fenomenologi Agama. Yogyakarta : Kanisius
Sobur Alex. (2013).
Filsafat Komunikasi Tradisi Dan Metode Fenomenologi.
Bandung
: Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar