Kamis, 15 Januari 2015

CRITICAL BOOK REVIEW

FENOMENOLOGI
A.    Pendahuluan
Pada dasarnya masyarakat sekarang ini awam pada permasalahan filsafat, tidak seperti tokoh-tokoh pada zaman dahulu yang mengkaji benar-benar permasalahan filsafat hingga cabang-cabang ilmu filsafat itu sendiri. Entah pada zaman itu filsafat menjadi kajian utama ataukah pada zaman sekarang filsafat dipandang tidak begitu penting lagi, namun jelas terlihat jika filsafat pada zaman sekarang justru semakin terabaikan.
Jika dicermati pada sekarang ini justru permasalahan hukum dan politik marak dibahas di negara ini, kajian filsafat hanya sering ditemui di jurnal-jurnal internasional dan semacamnya, itupun kadang dipandang kurang begitu menarik. Padahal filsafat erat kandungannya di kehidupan sehari-hari kita, bukan hanya filsafat itu sendiri namun juga cabang-cabang ilmu filsafat itu sendiri.
Hampir seluruh aspek kehidupan kita mengandung kajian-kajian ilmu filsafat, banyak kajian-kajian filsafat yang dapat kita ambil dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari kita.
Tulisan sederhana ini bertujuan untuk mereview tulisan Prof. Dr. Alo Liliweri, M.S tentang fenomenologi dari percabangan filsafat sampai metodologi penelitian.
B.     Pokok-pokok Pemikiran
Fenomenologi secara harfiah berarti pelajaran mengenai gejala-gejala. Istilah ini mula-mula dipakai dalam ilmu filsafat pada pertengahan kedua abad 18, dirintis oleh kant dan fries. Mereka mempergunakan istilah itu sebagai pelajaran filsafat yang memusatkan perhatiannya pada peninjauan gejala-gejala, dan kemudian hagel telah memansyurkan pengertian ini.[1]
Jauh sebelum fenomenologi seperti sekarang ini, plato mendefinisikan fenomenologi sebagai studi tentang fenomena, tentang penampilan suatu atau sejumlah hal yang muncul dari kesadaran pengalamn orang lain, termasuk cara kita memberikan makna terhadap hal-hal yang mengemuka dari dalam pengalaman tersebut. Apa yang kita alami terhadap orang lain termasuk persepsi (mendengar, melihat, meraba, mencium, dan lain-lain) hal percaya, tindakan mengingat, memutuskan, merasakan menilai, mengevaluasi adalah pengalamna dari tubuh kita yang terdeskripsi secara fenomenologis.[2]
Fenomenologi seperti yang kita pelajari kini sebenarnya merupakan pengembangan visi edmud husserl. Namun tidaklah mengherankan bahwa beberapa pustaka disebutkan bahwa fenomenologi tampil sebagai saudara kembar dari eksistensialisme.
Fenomenoogi membimbing kita agar dapat memberikan dan memahami makna terhadap pengalaman orang lain yang bersifat intersubjektifitas. Fenomenologi tersusun dari asumsi :
1.      Menampilkan pengalaman manusia yang bersifat subjektif.
2.      Menjelaskan pengalaman subjektif sebagai esensi dari struktur pengalaman manusia.
3.      Mengakses struktur pengalaman dengan mendeskripsi pengalaman tersebut.
Secara garis besar percabangan fenomenologi dari filsafat terbagi menjadi tiga, yaitu[3] :
1.      Cabang dari hegel, fenomenologi merupakan suatu pendekatan filsafat yang dimulai dengan eksplorasi fenomena sebagai sarana yang membuat kita pada akhirnya memahami  suatu yang mutlak logis, bahkan menjadikannya sebagai spirit ontologis dan metafisik yang berada di balik sebuah fenomena, atau yang disebut dengan fenomenologi dialektis.
2.      Cabang dari edmund husserl, fenomenologi merupakan suatu pendekatan filsafafat yang mengambil pengalaman initutif fenomena yang dijadikan sebagai titik awal dan sekaligus dari sana pula kita mengekstrak esensi pengalaman orang lain, fenomenologi ini sering disebut dengan fenomenologi transendendal.
3.      Cabang dari martin heidegger, fenomenologi membuat kita harus bergerak dari sekadar dunia makhluk ke arah tertentu untuk menangkap apa yang ada di balik kehidupan makhluk tersebut, atau yang disebut fenomenologi eksistensial.
Dalam hal ini fenomenologi bukan hanya mencakup tentang fenomenologi-fenomenologi dari cabang-cabang yang telah di sebutkan di atas, namun juga mencakup juga tentang metodologi dalam penelitian.
Sering kali kita di buat bingung apa itu metodologi dan metode, apa perbedaan antara kedua hal tersebut, hanya istilah yang berbeda atau memang keduanya memang benar-benar berbeda satu sama lain.
Metodologi adalah sesuatu yang lebih mendasar ketimbang dari metode,. Metodologi merupakan dasar filosofis untuk metode. Dan sebuah metode fenomenologi adalah oenelitian yang coba memahami tentang persepsi masyarakat, perspektif, dan pemahaman dari situasi tertentu.
C.     Analisa Dan Kritik
Fenomenologi dengan sengaja menjadi sebuah filsafat, ini merupakan metode atau fakta independen mengenai ilmu alamiah, ilmu sosial, dan sejarah.
Pada dasarnya fenomenologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari atau mendalami tentang fenomena atau pengalaman, namun apakah pengalaman itu sebatas mencakup tentang permasalahan antara hubungan manusia dengan manusia lainnya? Atau tidak bisa atau mampukah ilmu fenomenologi ini mempelagari hubungan yang dialami manusia dengan alam atau dengan agama (tuhan)?
Dengan kata lain, sebuah penelitian fenomenologi ini ada untuk menjawab pertanyaan bagaimana mengalami hal ini dan itu? Dengan melihat berbagai perspektif dari situasi yang sama, kita dapat memulai membuat beberapa generalisasi atas sebuah pengalaman dari perspektif insider.
Fenomenologi secara tidak langsung menolak realisme ilmiah dan lebih setuju juka fenomenologi untuk menggambarkan pengalaman atau kesadaran terhdap ghal-hal tertentu dalam realitas dunia.
Fenomenologi juga memiliki kelebihan serta kekurangan. Kelebihan fenomenologi:
1.      Penggunaan fenomenologi sebagai metode penelitian sangat efisien.
2.      Keseluruhan proses fenomenologi menguntungkan.
3.      Ada klarifikasi.
4.      Lebih mudah dalam mengamati respon non verbal.
5.      Membantu membangun sinergi.
6.      Implikasi yang luas


Kekurangan fenomenologi:
1.      Agak sukar menjadikan generalisasi.
2.      Data sukar dianalisis.
3.      Banyak memberikan sumbangan pemikiran pribadi.
4.      Soft science.

Daftar Pustaka
Abdullah Syamsuddin dkk. Fenomenologi Agama
Dhavamony Mariasusai. (2001). Fenomenologi Agama. Yogyakarta : Kanisius
Sobur Alex. (2013). Filsafat Komunikasi Tradisi Dan Metode Fenomenologi.
Bandung : Remaja Rosdakarya




[1] Fenomenologi Agama. Hal. 1
[2] Filsafat Komunikasi. Hal. iii
[3] Ibid. Hal.vi-vii

Tidak ada komentar:

Posting Komentar