Pemilihan
umum atau yang lebih dikenal dengan Pemilu adalah pemilihan untuk memilih orang
- orang untuk jabatan – jabatan tertentu dalam politik. Pemilu telah serinng
kita jalani dan lakukan karena pada dasarnya pemilu ini berlangsung hampir
menyeluruh di masyarakat, misal saja pemilihan dalam pemihan desa atau bahkan
dalam kegiatan sekolah seperti pemilihan ketua osis kita juga melaksanakan
pemilihan umum.
Namun,
ibarat pepatah yang mengakatakan “Tak ada gading yang tak retak”, pelaksanaan
pemilu mungkin juga tidak terlepas dari kekurangan. Terjadinya pelanggaran dalam
pelaksanaan pemilu tidak terhindarkan, entah karena adanya unsur kesengajaan
maupun karena kelalaian. Walaupun demikian, dalam upaya menghasilkan wakil
rakyat yang demokratis secara substantif dan bukan sekedar prosesi ritual
belaka, pemilu telah dilengkapi dengan tersedianya aturan main yang jelas dan
adil bagi semua peserta pemilu, adanya penyelenggara yang independen dan tidak
diskriminatif, pelaksanaan aturan yang konsisten, dan adanya sanksi yang adil
kepada semua pihak.
Secara
khusus terhadap pelanggaran yang menyangkut masalah perilaku yang dilakukan
oleh penyelenggara pemilu, seperti KPU, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK),
Panitia Pemungutan Suara (PPS), jajaran sekretariatnya serta Bawaslu, Panwaslu
dan jajaran sekretariatnya, yang terkait dengan Kode Etik Pengawas Pemilu. Cara
penanganannya telah diatur dalam Peraturan KPU tentang Kode Etik Penyelenggara
Pemilu.
Kode
etik bertujuan untuk memastikan terciptanya penyelenggara pemilu yang
independent, berintegritas dan kredibel, sehingga pemilu bisa terselenggara
secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Di dalam kode etik
termaktub serangkaian pedoman perilaku penyelenggara pemilu, KPU, Pengawas
Pemilu, serta aparat sekretariat KPU dan Panwaslu, di semua tingkatan dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya.
Secara
garis besar prinsip-prinsip dasar kode etik penyelenggara dan pengawas pemilu,
meliputi :
1. Menggunakan
kewenangan berdasarkan hukum
2. Bersikap
dan bertindak non-partisan dan imparsial
3. Bertindak
transparan dan akuntabel
4. Melayani
pemilih menggunakan hak pilihnya
5. Tidak
melibatkan diri dalam konflik kepentingan
6. Bertindak
professional; dan administrasi pemilu yang akurat
Adapun
rincian implementasi dari prinsip dasar kode etik tersebut bisa kita pelajari
dalam Peraturan KPU No.31 Tahun
2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum. Sehingga diharapkan semua
pihak bisa melakukan kontrol dan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara
pemilu, apakah sudah sesuai dengan kode etik atau malah menyimpang jauh dari
kode etik yang ada.
Namun
sekali lagi dalam kenyataannya pelanggaranpun masih saja terjadi seperti praktek manipulasi,
politik uang, penyalahgunaan wewenang yang manakala merupakan beberapa dari aib
politik. Sebagai contoh buntut
kekacauan pemilu akibat ketidaknetralan anggota penyelenggara berdampak pada
pemberhentian secara tidak terhormat anggota KPU Andi Nurpati tahun 2010 karena
terbukti melanggar asas dan kode etik pemilu.
Salah satu terobosan yang patut jadi perhatian kita
yakni dengan adanya keberadaan lembaga penegak kode etik pemilu dalam mengawal
komitmen pemerintah, DPR, KPU, dan Bawaslu pada pemilukada provinsi DKI Jakarta
2012 yang menjadikannya sebagai barometer pemilu 2014. DKPP juga memberhentikan
ketua Panwaslukada Provinsi karena terbukti melanggar kode etik dengan bertindak
tidak independen. Artinya sukses tidaknya penyelenggaraan pemilukada Provinsi
DKI Jakarta jadi persepsi baik buruknya penyelenggaraan pemilu 2014.
Pada dasarrnya praktek kecurangan hampir terjadi
pada setiap tahapan, pemilu menjadi salah satu faktor tumbuhnya praktek KKN,
maalah kadang Penyelenggara tidak saja berfungsi sebagai penengah atau
sekurang-kurangnya menjadi “wasit” tetapi di beberapa daerah dengan diam-diam
merangkap jadi pemain.
UU No. 8 Tahun 2012 sudah
lebih rinci mengatur dibandingkan dengan UU No. 10 Tahun 2008. Pelanggaran
pemilu yang dimaksud dapat berupa :
1.
Pelanggaran
kode etik penyelenggara Pemilu
Adalah pelanggaran
terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/atau janji
sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu. Pelanggaran kode etik
penyelenggara Pemilu diselesaikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
(DKPP) dengan tata cara penyelesaian yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
UU tentang Penyelenggara Pemilu.
2.
Pelanggaran
administrasi Pemilu
Adalah pelanggaran yang
meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi
pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak
pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Atas pelanggaran
ini Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kab./Kota mengkaji dan membuat
rekomendasi yang kemudian diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kab./Kota
untuk ditindaklanjuti.
3.
Tindak
pidana pemilu
Adalah tindak pidana
pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu
sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2012. Laporan tindak Pidana Pemilu
diteruskan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia sejak diputuskan oleh
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kab./Kota, dan/atau Panwaslu Kecamatan.
Proses penyelesaian
tindak pidana pemilu diawali dengan penyampaian berkas perkara oleh penyidik
kepolisian kepada penuntut umum, kemudian dilanjutkan dengan pelimpahan berkas
perkara ke Pengadilan Negeri untuk diperiksa, diadili dan diputus paling lama 7
hari sejak pelimpahan berkas dan terhadap putusan Pengadilan Negeri ini dapat
diajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi sebagai upaya terakhir dan
tidak dapat dilakukan upaya hukum
4.
Sengketa
Pemilu
Adalah sengketa yang
terjadi antar peserta Pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara
Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, KPU
Kab./Kota. Penyelesaian terhadap sengketa pemilu ini ada pada Bawaslu yang
dapat didelegasikan kepada Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kab./Kota, Panwas
kecamatan, Panitia Pengawas Lapangan (PPL) dan Panitia Pengawas Luar Negeri
(PPLN). Bawaslu menyelesaikan sengketa pemilu ini dengan terlebih dahulu
menerima dan mengkaji laporan atau temuan kemudian mempertemukan pihak-pihak
yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat.
Apabila tidak tercapai
kesepakatan antara pihak yang bersengketa, Bawaslu memberikan alternatif
penyelesaian. Adapun Keputusan Bawaslu terhadap sengketa pemilu ini merupakan
keputusan terakhir dan mengikat, kecuali yang berkaitan dengan verifikasi
partai politik Peserta Pemilu dan Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR, DPD,
DPRD.
Macam-Macam
Pelanggaran Pemilu Menurut UU No. 10 Tahun 2008
1. Pelanggaran
Administrasi
Pasal 248 UU Pemilu mendefinisikan perbuatan yang
termasuk dalam pelanggaran
administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan UU Pemilu yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana Pemilu dan ketentuan lain yang diatur dalam Peraturan KPU. Dengandemikian maka semua jenis pelanggaran, kecuali yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana, termasuk dalam kategori pelanggaran administrasi.
administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan UU Pemilu yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana Pemilu dan ketentuan lain yang diatur dalam Peraturan KPU. Dengandemikian maka semua jenis pelanggaran, kecuali yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana, termasuk dalam kategori pelanggaran administrasi.
Contoh pelanggaran administratif tersebut misalnya;
tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi peserta Pemilu, menggunakan
fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempatpendidikan untuk berkampanye,
tidak melaporkan rekening awal dana kampanye, pemantau Pemilu melanggar
kewajiban dan larangan.
2. Tindak
Pidana Pemilu
Rumusan tentang pelanggaran pidana Pemilu diatur dalam
Pasal 252 UU No. 10 Tahun 2008 yaitu pelanggaran terhadap ketentuan pidana
Pemilu yang diatur dalam Undang-undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan
melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Jika ditelusuri lebih jauh, setidaknya ada 51 pasal
(Pasal 260 s/d 311) yang memuat
ketentuan tentang pidana Pemilu ini, diantaranya:
ketentuan tentang pidana Pemilu ini, diantaranya:
·
Sengaja menghilangkan hak pilih orang
lain (Pasal 260)
·
Sengaja memberikan keterangan yang tidak
benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang
diperlukanuntuk pengisian daftar pemilih (Pasal 261)
·
Penetapan jumlah surat suara yang
dicetak melebihi jumlah yang ditentukan oleh Undang-undang (Pasal 283)
·
dll.
3. Perselisihan
Hasil Pemilu
Yang dimaksud dengan perselisihan hasil Pemilu
menurut pasal 258 Undang-undang
Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan peserta Pemilu mengenai penetapan jumlah
perolehan suara hasil Pemilu secara nasional. Perselisihan tentang hasil suara sebagaimana dimaksud hanya terhadap perbedaan penghitungan perolehan hasil suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta Pemilu.
Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan peserta Pemilu mengenai penetapan jumlah
perolehan suara hasil Pemilu secara nasional. Perselisihan tentang hasil suara sebagaimana dimaksud hanya terhadap perbedaan penghitungan perolehan hasil suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta Pemilu.
Lembaga pengadilan yang berwenang untuk memeriksa
dan memutus sengketa hasil pemilihan umum ini sesuai dengan Pasal 24 C
ayat (1) UUD 1945 yang kemudian dijabarkan lebih detail lagi melalui UU N0. 24
Tahun 2003 khususnya pasal 10 adalah Mahkamah Konstitusi.
Setelah Pemilihan Kepala Daerah masuk pada rezim
Pemilu, praktis saat ini ada tiga jenis Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU), yakni:
a. PHPU
Anggota DPR, DPD, dan DPRD
b. PHPU
Presiden dan Wakil Presiden
c. PHPU
Pemilukada.
Menyikapi dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
penyelenggara pemilu di beberapa daerah, maka kita harus objektif dan
proporsional dalam upaya menyelesaikan permasalahan tersebut. Memang langkah
yang dinilai bijak adalah bagi mereka yang telah nyata-nyata melanggar kode
etik, disarankan untuk segera mengajukan pengunduran diri sebagai penyelenggara
pemilu. Namun jika tidak mengundurkan diri, cepat atau lambat pasti ada sanksi
kepada yang bersangkutan, baik berupa peringatan lisan, peringatan tertulis,
pemberhentian sementara, maupun pemberhentian sebagai penyelenggara pemilu. Hal
ini dilakukan agar kredibilitas, harkat dan martabat, serta kehormatan penyelenggara
pemilu tetap terjaga.
Peran serta masyarakat dalam memberikan informasi tentang
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dapat dilakukan
dengan cara membuat pengaduan dan/atau laporan adanya pelanggaran kode etik
penyelenggara pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU atau jajaran dibawahnya
secara tertulis kepada KPU dengan menyebutkan nama dan alamat secara jelas, dan
dibuktikan dengan foto copy KTP.
Dalam laporan tersebut juga harus menyebutkan secara jelas kode etik
penyelenggara pemilu yang dilanggar, disebutkan pula hari dan tanggal
pelanggaran kode etik, nama dan jabatan yang diduga melanggar kode etik, serta
bukti-bukti tertulis lainnya yang mendukung tentang terjadinya pelanggaran kode
etik penyelenggara pemilu.
Dalam peraturan KPU No.31 Tahun
2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu telah diatur bahwa pihak yang
diberi kewenangan untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dilakukan oleh
Dewan Kehormatan KPU, Dewan Kehormatan KPU Provinsi, dan Dewan Kehormatan
Bawaslu.
Tentunya kita berharap hasil dari pemilihan umum legislatif maupun
pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden ini akan mampu menghasilkan pemimpin
bangsa yang jujur dan amanah dengan proses pemilihan umum yang dilaksanakan
oleh orang-orang yang jujur dan amanah pula.
Mohon di tinjau kembali PEMILIHAN UMUM DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT = MALUKU,... sebab ternyata ketua KPU dan Panwas berasal dari 1 daerah dengan calon bupati Nomor urut 4. salah satu pelanggaran yang telah terjadi ialah bahwa KPU meloloskan Paslon No. 4 tanpa melakukan ferivikasi data tentang utang piutang pasangan calon. Sisi keadilan dan kenetralan KPU dan Panwas tidak ada.
BalasHapusDisinyalir Pemilu di Kabupaten Seram Bagian Barat telah di seting dan tidak lagi mencerminkan keadilan. (ralat pemberitahuan sebelumnya bukan 1 daerah tapi 1 desa yang sama).
BalasHapus