Senin, 12 Januari 2015

Pendekatan Sosiologi Dalam Study Islam

PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PENDEKATAN SOSIOLOGI
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial.
Sedangkan istilah “Pendekatan” merupakan kata terjemahan dari bahasa inggris, approach. Jadi Maksudnya Pendekatan Sosiologi adalah sesuatu disiplin ilmu untuk dijadikan landasan kajian sebuah studi atau penelitian menggunakan logika-logika dan teori dalam masyarakat untuk menggambarkan fenomena sosial.
B.     TEORI PENDEKATAN SOSIOLOGI
Dalam pendekatan sosiologi setidaknya ada empat jenis teori pendekatan sosiologi yang dipergunakan dalam mengkaji, yaitu :
1.      Teori Evolusionisme
Yaitu mencari pola perubahan dan perkembangan yang muncul dalam pola masyarakat yang berbeda.
Contoh : paham wahabi di Indonesia. Bagaimana dapat berkembang sama seperti paham wahabi di damaskus, Timur Tengah. Apakah pengaruh proses globalisasi akan sama mempengaruhi keluarga muslim dinegara berkembang sama seperti yang ditemui di barat.
2.      Teori Intraksionisme
Yaitu memusatkan perhatian pada interaksi antara individu dan kelompok. Interaksi ini terjadi bisa dengan menggunakan simbol-simbol masyarakat.
Contoh : Bulan-Bintang merupakan simbol bagi ummat muslim, begitu juga dengan adanya masjid (tempat ibadah), masjid menjadi simbol bahwa masyarakat setempat adalah pemeluk islam. Adzan digunakan sebagai isyarat bagi kaum muslim untuk menunaikan ibadah.
3.      Teori Fungsionalisme
Masyarakat dipandang sebagai suatu jaringan kerja sama satu kelompok yang saling membutuhkan satu sama lain dalam suatu sistem yang harmonis. Salah satu prinsip teori fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya.
Contoh : hakim berperan dan berfungsi sebagai penegak keadilan. Ulama berperan sebagai orang yang diikuti ijtihadnya.
4.      Teori Konflik
Teori konflik yakni teori yang kepercayaan bahwa setiap masyarakat mempunyai kepentingan (interst) dan kekuasaan (power) yang merupakan pusat dari segala hubungan sosial.
Contoh : nilai dan gagasan-gagasan selalu dipergunakan sebagai senjata untuk melegitimasi kekuasaan.


C.     AGAMA SEBAGAI FENOMENA SOSIOLOGI
Penjelasan yang bagaimanapun tentang agama, tidak akan pernah tuntas tanpa menyertakan aspek sosiologisnya. Agama yang menyakut kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar merupakan masalah sosial dan sampai saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia di mana kita memiliki catatan, termasuk yang biasa diketengahkan dan ditafsirkan oleh ahli arkeologi.
Dalam masyarakat yang sudah mapan agama merupakan salah satu struktur institusional penting yang melengkapi kesluruhan sistem sosial, akan tetapi masalah agama berbeda dengan masalah hukum, yang lazim menyangkut alokasi serta pengendalian kekuasaan. Berbeda dengan lembaga ekonomi yang berkaitan dengan kerja, produksi dan pertukaran dan juga berbeda dengan lembaga keluarga yang mengatur serta memolakan hubungan antar jenis kelamin, agar generasi yang diantaranya berkaitan dengan pertalian keturunan serta kekerabatan.
Thomas F. Odea mengatakan “masalah inti dari agama tampaknya menyangkut sesuatu yang masih kabur serta tidak dapat diraba, yang realitas empirisnya sama sekali belum jelas, ia menyangkut dunia luar. Hubungan manusia dan sikapnya terhadao dunia luar itu dan dengan apa yang dianggap manusia sebagai implikasi praktis dari dunia luar tersebut terhadap kehidupan manusia”.
Perbandingan aktivitas agama dengan aktivitas lain, atau perbandingan lembaga keagamaan dengan lembaga sosial lain, menujukkan bahwa agama dalam pautannya dengan masalah yang tidak dapat diraba tersebut merupakan sesuatu yang tidak penting, sesuatu yang sepele dibandingkan dengan masalah pokok manusia.
Namun kenyataan menunjuk lain, sebenarnya lembaga keagamaan adalah menyangkut hal yang penting tertentu, menyangkut masalah aspek kehidupan manusia, yang dapat transedensinya mencakup sesuatu yang mempunyai arti penting dan menonjol bagi manusia. Bahkan sejarah menunjukkan bahwa lembaga-lembaga keagamaan merupakan bentuk assosiasi manusia yang paling mungkin untuk terus bertahan.
Disamping itu, agama telah diceritakan sebagai pemersatu aspirasi manusia yang paling sublim, sebagai sejumlah sumber moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian batin individu sebagai sesutau memuliakan dan membuat manusia beradab. Tetapi agama juga dituduh sebagai penghambat kemajuan manusia dan mempertinggi fanatisme dan mempertinggi toleran, pengacuhan, pengabaian, takhyul dan kesia-siaan.
Catatan sejarah yang ada menunjuk agama sebagai salah penghambat tatanan sosial yang telah mapan. Tetapi agama juga memperlihatkan kemampuannya melahirkan kecenderungan yang sangat revolusioner, seperti peristiwa pemberontakan petani, pada abad ke-16 di Jerman. Emile Durkheim seorang pelopor sosiologi agama di Prancis mengatakan bahwa agama merupakan sumber semua kebudayaan yang sangat tinggi. Sedangkan Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia.
D.    SIGNIFIKASI DAN KONTRIBUSI  PENDEKATAN SOSIOLOGI DALAM STUDY ISLAM
Pentingnya pendekatan sosiologis dalam memahami agama dapat difahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini, selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini adalah Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut:
1.      Dalam Alquran atau hadist, proporsi terbesar kedua sember hukum Islam tersebut berkenaan dengan urusan mua’amalah. Menurut Ayatullah Khomeini perbandingan antara ayat ibadah dengan ayat kehidupan sosial adalah 1:100.
2.      Bahwa ditekankannya masalah mu’amalah atau sosial dalam masalah Islam adalah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan mu’amalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan.
3.      Bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan, karena itu shalat yang dilakukan berjama’ah adalah lebih tinggi nilainya dari pada shalat yang dikerjakan sendirian.
4.      Dalam Islam terdapat ketentua bila urusan ibadah tidak dilakukan dengan sempurna, maka kifaratnya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
5.      Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemaysarakatan mendapat amalan lebih besar dari pada ibadah sunnah.
Maka melalui pendekatan sosiologi agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untukl kepentingan sosial.

A.    KESIMPULAN
Pentingnya pendekatan sosiologi dalam memahami agama dapat dipahami karena banyak ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif, Jalaludin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama, dalam hal ini islam, terhadap masalah sosial, dengan mengajukkan lima alasan berikut.
Pertama, dalam Al-Quran atau kitab-kitab hadis proporsi terbesar kedua sumber hukum islam itu berkenaan urusan muamalah. Menurut Aytul Khumaini dalam bukunya Al-hukumah Al-islamiyah yang dikutip Jalaludin Rahmat yang mengungkapkan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah suatu perbandingan seratus untuk satu ayat ibadah, dan seratus muamalah (masalah sosial).
Kedua, ibadah yang mengandung segi masyarakat diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perorangan. Oleh karena itu shalat yang dilakukan salat berjamaah dinilai lebih tinggi nilainya dari pada  shalat sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh derajat.
Ketiga,dalam islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, kifaratnya (kifaratnya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Bila puasa tidak mampu dilakukan misalnya, jalan keluarnya dengan jalan membayar fidyah dalam bentuk memberi makan bagi orang miskin. Bila suami istri bercampur di siang hari pada bulan ramadhan atau ketika istri dalam keadaan haid, tebusannya adalah dinyatakan bahwa salah satu orang yang diterima shalatnya ialah orang yang menyantuni orang miskin, anak yatim, janda, dan yang mendapat musibah.

Melalui pendekatan sosiologis, agama dapat dipahami dengan mudah karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam Al-Quran misalnya, kita jumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa, dan sebab-sebab yang menyebabkan kesengsaraan. Semua itu jelas baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar