Senin, 12 Januari 2015

Pengertian Najis Dan Hadas Beserta Dasar Hukumnya

a.    Pengerian Najis dan Hadas
Najis adalah sesuatu yang dianggap kotor oleh orang yang memiliki tabi’at yang selamat (baik) dan selalu menjaga diri darinya. Apabila pakaian terkena najis –seperti kotoran manusia dan kencing- maka harus dibersihkan.
Perlu dibedakan antara najis dan hadats. Najis kadang kita temukan pada badan, pakaian dan tempat. Sedangkan hadats terkhusus kita temukan pada badan. Najis bentuknya konkrit, sedangkan hadats itu abstrak dan menunjukkan keadaan seseorang. Hadas adalah kondisi tidak suci yang mengenai pribadi seseorang muslim, menyebabakan terhalangnya-orang itu melakukan shalat atau tawaf. Artinya Shalat dan tawaf yang dilakukan tidak sah karena dirinya dalam keadaan tidak berhads.

b.    Dasar Hukum Najis dan Hadas
-Dasar hukum Najis:

1.           “arak adalah najis”

2.           “anjing najis, dan dibasuh bejana yang dijilati anjing, tujuh kali karena najisnya”

3.           “Babi hukumnya sama dengan anjing, dibasuh tujuh kali sesuatu yang dinajiskan olehnya.

4.           ”semua kulit bangkai suci jika disamak, terkecuali kulit anjing dan babi dan yang lahir dari salah satunya”

5.           “menyembelih hewan yang tidak boleh dimakan, tidak mempengaruhi hukum tidak boleh dimakan”

6.        ”binatang yang tidak mempunyai darah yang mengalir, seperti lebah, kala, dan sepesan, apabika mati dalam benda yang cair, tidak menajiskan, hanya menajiskan dirinya sendiri saja”

7.        “bangkai belalang dan ikan suci”

8.        “manusia setelah mati tidak dipandang najis”

9.         “sisa anjing dan babi najis, sisa selainnya suci”

10.    “sisa banghal suci, tidak mensucikan”

11.    “segala najis banyak sediktnya sama dengan hukum yang menghilangkannya, tidak ada yang di maafkan kecuali yang sukar kita memelihara diri daripadanya menurut kebiasaan, seperti darah jerawat, tahi (najis) lalat, dan seperti tempat dibekam, tempat dipetik darah, dan lumpur jalan”

12.    “basahan yang keluar dari maidah melalui kubur, najis”

13.    “kemih dan tahi siapa saja najis”

14.    “mani selain dari mani anjing dan babi suci”

15.    “apabila kesamaan air yang suci dengan air yang najis bagi seseorang, maka hendaklah dia berijtihad, lalu ia berwudlu denag air yang menurut prasangkanya
suci”

16.    “apabila ia mempunyai dua helai kain yang satunya najis tetapi tudak diketahui lagi yang mana dari keduanya yang najis, maka hendaklah memilih yang mana yang menurutnya suci”



-Dasar Hukum Hadas:
17.    “kemih dan tahi yang keluar dari dua jalan qubul dan dubur, menggugurkan wudlu. Keluar sesuatu yang  jarang terjadinya seperti keluar ulat, cacing batu, mazi, juga demikian”

18.    “menyentuh zakar menggugurkan wudlu”

19.    “memegang lobang dubur menggugurkan wudlu”

20.    “menyentuh kulit badan wanita dengan tidak bertapik membatalkan wudlu, kecuali yang disentuh makhram”

21.    “tidur dengan berbaring atau bertekan (bersandar) menggugurkan wudlu”

22.    “keluar sesuatu najis dari badan dari jalan keluar lain dari kubul dan dubur seperti darah hidung, muntah, darah bekam, tidak menggugurkan wudlu”

23.    “tidak boleh memegang mushaf, membawanya, jika tidak dalam berwudlu”

24.    “boleh membawa mushaf beserta dengan harta benda yang lain atau beserta tafsir, dan boleh dibolak-balik lembarannya dengan kayu”

25.    “beristinja, wajib”

26.    “tidak boleh kita beristinja dengan kurang dari tiga batu, walaupun hasil bersih dengan kurang dari tiga batu”

27.    “boleh kita beristinja dengan tembikar, kayu, atau papan yang dipandang sebagai ganti kayu”

28.    “tidak boleh beristinja dengan tulang atau kotoran hewan”



c.    Hukum Najis dan Hadas
-arak adalah najis
Dalil ini adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah rijsun termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90) Dari ayat ini, mayoritas ulama berdalil bahwa khomr di samping haram, juga najis. Mereka memaknakan rijsun dalam ayat tersebut dengan najis yang riil.4)
-bejana yang dijilat anjing
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
((طهور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرات, أولاهن بالتراب)) صحيح أخرجه مسلم
Dari Abu Hurairoh –radiyallahu ‘anhu- berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda “Sucinya wadah salah seorang di antara kalian apabila anjing menjilat di dalamnya adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama kalinya dengan debu [Shahih riwayat Muslim].

-kulit bangkai
Di dalam riwayat  yang lain daripada salamah bin Al Muhabbaq yang maksudnya :
Bahawa Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam ketika peperangan Tabuk berkunjung ke sebuah rumah. Tiba-tiba Baginda mendapati sebuah geriba (tempat menyimpan air daripada kulit binatang)bergantung, lalu Baginda bertanya meminta air. Mereka berkata : Wahai Rasulullah, geriba itu bangkai. Baginda bersabda: “Penyamakannya mensucikannya.” (Hadis riwayat Abu Daud dan An Nasa’i).6)
mazhab Azh-Zhahiriah. Berdasarkan keumuman hadits Abdullah bin Abbas secara marfu’:
إِذا دُبِغَ الإهابُ فَقَدْ طَهُرَ
“Jika kulit sudah disamak maka sungguh dia telah suci.” (HR. Muslim no. 366)

-bangkai ikan dan belalang suci
Dari Ibnu Umar –radiyallahu ‘anhuma- dia berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alahi wa sallam- bersabda, “Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai yaitu belalang dan ikan. Adapun dua darah yaitu ati dan limpa” Dikeluarkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, dan di dalamnya terdapat kedhoifan.

-hadas keluarnya sesuatu hal bukan dari kubul dan dubur
Dan dari Ismail bin Ayyas dan Ibnu Juarij dan Ibnu Abi Mulaikah dan Aisyah, ia berkata: Rasululloh SAW. bersabda: “Barangsiapa muntah atau keluar darah dari hidung (mimisan), atau bersendawa yang mengeluarkan isi perut, atau keluar madzi, maka batalkanlah (sembahyangnya), lalu wudlu’lah, kemudian teruskanlah sembahyangnya, selama ia tidak berbicara.” (HR Ibnu Majah, dan Dara Quthni, dan Dara Quthni mengatakan: Para hafidz dan Sahabat Ibnu Juraij meriwayatkan hadits ini dan Ibnu Juraij dari ayahnya dari Nabi SAW.8)

-hadas keluarnya sesuatu dari kubul dan dubur
Dan Abi Hurairah, ia berkata: Rasululloh SAW. bersabda: “Alloh tidak menerima sholat salah seorang di antara kamu apabila ia berhadas, sehingga ia berwudlu’.” Lalu ada seorang laki-laki dari Hadlar Maut bertanya: Apakah hadas itu, wahai Abu Hurairah? Ia menjawab: angin atau kentut. (HR Ahmad, Bukhari dan Muslim).

-hadas kerena menyentuh wanita
Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata: Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW., lalu ia berkata: Ya Rasululloh, apa pendapatmu tentang seorang laki-laki yang bertemu seorang perempuan yang ia kenalnya, kemudian si laki-laki tersebut tidak hanya mendatanginya saja  melainkan ia juga mendatangi perempuan itu hanya saja ia tidak menyetubuhinya? Mu’adz berkata: Maka Alloh menurunkan ayat ini (wa aqimis shalaata tharafayin mahaari wa zulafam minallailiHud, 115). Artinya: “Dan dirikanlah sholat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam.” Lalu Nabi SAW. bersabda: Berwudlu’lah dan sholatlah.” (HR Ahmad dan Dara Quthni)
Dan. dari Ibrahim At Taimi, dari Aisyah, bahwa Nabi SAW. pemah mencium salah seorang isterinya, kemudian ia terus mengerjakan sholatdan tidak berwudlu’ (lagi). (HR Abu dawud dan Nasa’i. Abu Dawud berkata: Hadits ini Mursal, sebab Ibrahim At Taimi tidak mendengar sendiri dan Aisyah ra. Dan Nasa’i berkata: Di dalam bab ini tidak ada yang sebaik hadits ini, meskipun Mursal).

-hadas karena tidur
Tidur Lelap (Dalam Keadaan Tidak Sadar)
Tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur lelap yang tidak lagi dalam keadaan sadar. Maksudnya, ia tidak lagi mendengar suara, atau tidak merasakan lagi sesuatu jatuh dari tangannya, atau tidak merasakan air liur yang menetes. Tidur seperti inilah yang membatalkan wudhu, baik tidurnya dalam keadaan berdiri, berbaring, ruku’ atau sujud. Karena tidur semacam ini yang dianggap mazhonnatu lil hadats, yaitu kemungkinan muncul hadats.
Sedangkan tidur yang hanya sesaat yang dalam keadaan kantuk, masih sadar dan masih merasakan merasakan apa-apa, maka tidur semacam ini tidak membatalkan wudhu. Inilah pendapat yang bisa menggabungkan dalil-dalil yang ada.
Di antara dalil hal ini adalah hadits dari Anas bin Malik,

أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ وَالنَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يُنَاجِى رَجُلاً فَلَمْ يَزَلْ يُنَاجِيهِ حَتَّى نَامَ أَصْحَابُهُ ثُمَّ جَاءَ فَصَلَّى بِهِمْ.

“Ketika shalat hendak ditegakkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbisik-bisik dengan seseorang. Beliau terus berbisik-bisik dengannya hingga para sahabat tertidur. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang dan shalat bersama mereka.”
Qotadah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Anas berkata,

كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَنَامُونَ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلاَ يَتَوَضَّئُونَ قَالَ قُلْتُ سَمِعْتَهُ مِنْ أَنَسٍ قَالَ إِى وَاللَّهِ.

Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ketiduran kemudian mereka pun melakukan shalat, tanpa berwudhu lagi.” Ada yang mengatakan, “Benarkah engkau mendengar hal ini dari Anas?” Qotadah, “Iya betul. Demi Allah”

1 komentar: