a.
Pengerian Najis dan Hadas
Najis adalah
sesuatu yang dianggap kotor oleh orang yang memiliki tabi’at yang selamat
(baik) dan selalu menjaga diri darinya. Apabila pakaian terkena najis –seperti
kotoran manusia dan kencing- maka harus dibersihkan.
Perlu
dibedakan antara najis dan hadats. Najis kadang kita temukan pada badan,
pakaian dan tempat. Sedangkan hadats terkhusus kita temukan pada badan. Najis
bentuknya konkrit, sedangkan hadats itu abstrak dan menunjukkan keadaan
seseorang. Hadas adalah kondisi
tidak suci yang mengenai pribadi seseorang muslim, menyebabakan
terhalangnya-orang itu melakukan shalat atau tawaf. Artinya Shalat dan
tawaf yang dilakukan tidak sah karena dirinya dalam keadaan tidak berhads.
b.
Dasar Hukum Najis dan Hadas
-Dasar
hukum Najis:
1.
“arak
adalah najis”
2.
“anjing
najis, dan dibasuh bejana yang dijilati anjing, tujuh kali karena najisnya”
3.
“Babi
hukumnya sama dengan anjing, dibasuh tujuh kali sesuatu yang dinajiskan
olehnya.
4.
”semua
kulit bangkai suci jika disamak, terkecuali kulit anjing dan babi dan yang
lahir dari salah satunya”
5.
“menyembelih
hewan yang tidak boleh dimakan, tidak mempengaruhi hukum tidak boleh dimakan”
6.
”binatang
yang tidak mempunyai darah yang mengalir, seperti lebah, kala, dan sepesan,
apabika mati dalam benda yang cair, tidak menajiskan, hanya menajiskan dirinya
sendiri saja”
7.
“bangkai
belalang dan ikan suci”
8.
“manusia
setelah mati tidak dipandang najis”
9.
“sisa anjing dan babi najis, sisa selainnya
suci”
10.
“sisa
banghal suci, tidak mensucikan”
11.
“segala
najis banyak sediktnya sama dengan hukum yang menghilangkannya, tidak ada yang
di maafkan kecuali yang sukar kita memelihara diri daripadanya menurut
kebiasaan, seperti darah jerawat, tahi (najis) lalat, dan seperti tempat
dibekam, tempat dipetik darah, dan lumpur jalan”
12.
“basahan
yang keluar dari maidah melalui kubur, najis”
13.
“kemih
dan tahi siapa saja najis”
14.
“mani
selain dari mani anjing dan babi suci”
15.
“apabila
kesamaan air yang suci dengan air yang najis bagi seseorang, maka hendaklah dia
berijtihad, lalu ia berwudlu denag air yang menurut prasangkanya
suci”
16.
“apabila
ia mempunyai dua helai kain yang satunya najis tetapi tudak diketahui lagi yang
mana dari keduanya yang najis, maka hendaklah memilih yang mana yang menurutnya
suci”
-Dasar Hukum Hadas:
17.
“kemih
dan tahi yang keluar dari dua jalan qubul dan dubur, menggugurkan wudlu. Keluar
sesuatu yang jarang terjadinya seperti
keluar ulat, cacing batu, mazi, juga demikian”
18.
“menyentuh
zakar menggugurkan wudlu”
19.
“memegang
lobang dubur menggugurkan wudlu”
20.
“menyentuh
kulit badan wanita dengan tidak bertapik membatalkan wudlu, kecuali yang disentuh
makhram”
21.
“tidur
dengan berbaring atau bertekan (bersandar) menggugurkan wudlu”
22.
“keluar
sesuatu najis dari badan dari jalan keluar lain dari kubul dan dubur seperti
darah hidung, muntah, darah bekam, tidak menggugurkan wudlu”
23.
“tidak
boleh memegang mushaf, membawanya, jika tidak dalam berwudlu”
24.
“boleh
membawa mushaf beserta dengan harta benda yang lain atau beserta tafsir, dan
boleh dibolak-balik lembarannya dengan kayu”
25.
“beristinja,
wajib”
26.
“tidak
boleh kita beristinja dengan kurang dari tiga batu, walaupun hasil bersih
dengan kurang dari tiga batu”
27.
“boleh
kita beristinja dengan tembikar, kayu, atau papan yang dipandang sebagai ganti
kayu”
28.
“tidak
boleh beristinja dengan tulang atau kotoran hewan”
c.
Hukum Najis dan Hadas
-arak adalah
najis
Dalil ini adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ
وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah adalah rijsun termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS.
Al Maidah: 90) Dari ayat ini, mayoritas ulama berdalil bahwa khomr di samping haram, juga najis. Mereka memaknakan rijsun
dalam ayat tersebut dengan najis yang riil.4)
-bejana yang
dijilat anjing
عن
أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
((طهور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرات, أولاهن بالتراب)) صحيح أخرجه مسلم
Dari Abu Hurairoh –radiyallahu ‘anhu- berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda “Sucinya wadah salah seorang di antara kalian apabila anjing menjilat di dalamnya adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama kalinya dengan debu [Shahih riwayat Muslim].
((طهور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرات, أولاهن بالتراب)) صحيح أخرجه مسلم
Dari Abu Hurairoh –radiyallahu ‘anhu- berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda “Sucinya wadah salah seorang di antara kalian apabila anjing menjilat di dalamnya adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama kalinya dengan debu [Shahih riwayat Muslim].
-kulit bangkai
Di dalam riwayat yang lain daripada salamah bin
Al Muhabbaq yang maksudnya :
Bahawa Rasulullah Sallallahu Alaihi
Wasallam ketika peperangan Tabuk berkunjung ke sebuah rumah. Tiba-tiba Baginda
mendapati sebuah geriba (tempat menyimpan air daripada kulit
binatang)bergantung, lalu Baginda bertanya meminta air. Mereka berkata : Wahai
Rasulullah, geriba itu bangkai. Baginda bersabda: “Penyamakannya
mensucikannya.” (Hadis riwayat Abu Daud dan An Nasa’i).6)
mazhab
Azh-Zhahiriah. Berdasarkan keumuman hadits Abdullah bin Abbas secara marfu’:
إِذا دُبِغَ الإهابُ فَقَدْ طَهُرَ
إِذا دُبِغَ الإهابُ فَقَدْ طَهُرَ
“Jika kulit sudah disamak maka
sungguh dia telah suci.” (HR. Muslim no. 366)
-bangkai ikan dan belalang suci
Dari Ibnu Umar
–radiyallahu ‘anhuma- dia berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alahi wa sallam-
bersabda, “Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai yaitu
belalang dan ikan. Adapun dua darah yaitu ati dan limpa” Dikeluarkan oleh
Ahmad, Ibnu Majah, dan di dalamnya terdapat kedhoifan.
-hadas keluarnya sesuatu hal bukan
dari kubul dan dubur
Dan
dari Ismail bin Ayyas dan Ibnu Juarij dan Ibnu
Abi Mulaikah dan Aisyah, ia berkata: Rasululloh SAW. bersabda: “Barangsiapa
muntah atau keluar darah dari hidung (mimisan), atau bersendawa yang
mengeluarkan isi perut, atau keluar madzi, maka batalkanlah (sembahyangnya),
lalu wudlu’lah, kemudian teruskanlah sembahyangnya, selama ia tidak berbicara.”
(HR Ibnu Majah, dan Dara Quthni, dan Dara
Quthni mengatakan: Para hafidz dan Sahabat Ibnu Juraij
meriwayatkan hadits ini dan Ibnu Juraij dari ayahnya dari Nabi SAW.8)
-hadas keluarnya
sesuatu dari kubul dan dubur
Dan Abi
Hurairah, ia berkata: Rasululloh SAW. bersabda: “Alloh
tidak menerima sholat salah seorang di antara kamu apabila ia berhadas,
sehingga ia berwudlu’.” Lalu ada seorang laki-laki dari Hadlar Maut
bertanya: Apakah hadas itu, wahai Abu Hurairah? Ia
menjawab: angin atau kentut. (HR
Ahmad, Bukhari dan Muslim).
-hadas kerena
menyentuh wanita
Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata: Ada
seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW., lalu ia berkata: Ya Rasululloh, apa pendapatmu tentang seorang
laki-laki yang bertemu seorang perempuan yang ia kenalnya, kemudian si
laki-laki tersebut tidak hanya mendatanginya saja melainkan ia juga
mendatangi perempuan itu hanya saja ia tidak menyetubuhinya? Mu’adz berkata:
Maka Alloh menurunkan
ayat ini (wa aqimis shalaata tharafayin mahaari wa zulafam minallaili
– Hud, 115).
Artinya: “Dan dirikanlah sholat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan
pada bahagian permulaan daripada malam.” Lalu Nabi SAW.
bersabda: Berwudlu’lah dan sholatlah.” (HR Ahmad dan Dara Quthni)
Dan. dari Ibrahim At Taimi, dari Aisyah,
bahwa Nabi SAW. pemah mencium salah seorang isterinya, kemudian ia terus
mengerjakan sholatdan tidak berwudlu’
(lagi). (HR Abu dawud dan Nasa’i. Abu Dawud berkata: Hadits ini Mursal, sebab Ibrahim At Taimi tidak mendengar
sendiri dan Aisyah ra. Dan Nasa’i berkata: Di dalam bab ini tidak
ada yang sebaik hadits ini, meskipun Mursal).
-hadas karena tidur
Tidur Lelap
(Dalam Keadaan Tidak Sadar)
Tidur yang membatalkan wudhu
adalah tidur lelap yang tidak lagi dalam keadaan sadar. Maksudnya, ia tidak
lagi mendengar suara, atau tidak merasakan lagi sesuatu jatuh dari tangannya,
atau tidak merasakan air liur yang menetes. Tidur seperti inilah yang membatalkan
wudhu, baik tidurnya dalam keadaan berdiri, berbaring, ruku’ atau sujud. Karena
tidur semacam ini yang dianggap mazhonnatu lil hadats, yaitu
kemungkinan muncul hadats.
Sedangkan tidur yang hanya
sesaat yang dalam keadaan kantuk, masih sadar dan masih merasakan merasakan
apa-apa, maka tidur semacam ini tidak membatalkan wudhu. Inilah pendapat yang
bisa menggabungkan dalil-dalil yang ada.
Di antara dalil hal ini adalah hadits dari Anas bin Malik,
أُقِيمَتِ
الصَّلاَةُ وَالنَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يُنَاجِى رَجُلاً فَلَمْ يَزَلْ
يُنَاجِيهِ حَتَّى نَامَ أَصْحَابُهُ ثُمَّ جَاءَ فَصَلَّى بِهِمْ.
“Ketika shalat hendak
ditegakkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbisik-bisik dengan
seseorang. Beliau terus berbisik-bisik dengannya hingga para sahabat tertidur.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang dan shalat bersama
mereka.”
Qotadah mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Anas berkata,
كَانَ
أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَنَامُونَ ثُمَّ يُصَلُّونَ
وَلاَ يَتَوَضَّئُونَ قَالَ قُلْتُ سَمِعْتَهُ مِنْ أَنَسٍ قَالَ إِى وَاللَّهِ.
“Para sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ketiduran kemudian mereka pun melakukan shalat,
tanpa berwudhu lagi.” Ada yang mengatakan, “Benarkah engkau mendengar
hal ini dari Anas?” Qotadah, “Iya betul. Demi Allah”
hmmmmm 20 jam
BalasHapus